
Apaaja.net – Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid mengimbau masyarakat untuk beralih dari kartu SIM fisik ke e-SIM sebagai bagian dari upaya meningkatkan keamanan digital dan efisiensi telekomunikasi.
Menurut Meutya, teknologi e-SIM menawarkan perlindungan lebih baik terhadap penyalahgunaan data dan kejahatan digital seperti spam, phishing, dan judi online. Dengan sistem digital dan pendaftaran biometrik, e-SIM memberikan keamanan ganda bagi pengguna. Selain itu, e-SIM juga mendukung ekosistem Internet of Things (IoT) serta meningkatkan efisiensi operasional industri telekomunikasi.
Meutya juga menyoroti pentingnya pembatasan jumlah nomor seluler yang terdaftar atas satu Nomor Induk Kependudukan (NIK). Saat ini, aturan membatasi maksimal tiga nomor per-operator, atau total sembilan nomor untuk tiga operator berbeda.
Ada kasus di mana satu NIK digunakan untuk lebih dari 100 nomor, di mana hal tersebut berisiko tinggi terhadap terjadinya kejahatan digital seperti scam penipuan berkedok undian berhadiah.
e-SIM Merupakan Evolusi
Teknologi e-SIM (Embedded Subscriber Identity Module) dikembangkan sebagai evolusi dari kartu SIM fisik untuk meningkatkan fleksibilitas dan keamanan dalam komunikasi seluler. Konsep e-SIM pertama kali diperkenalkan oleh GSMA, organisasi yang mewakili kepentingan operator seluler di seluruh dunia.
Baca Juga: Meta AI: Ambisi Besar Mark Zuckerberg dalam Dunia Kecerdasan Buatan
e-SIM memungkinkan pengguna untuk mengaktifkan layanan seluler tanpa perlu memasukkan kartu fisik, cukup dengan pemindaian kode QR atau aktivasi digital. Teknologi ini telah diadopsi oleh berbagai produsen ponsel seperti Apple, Samsung, dan Google, serta didukung oleh banyak operator seluler global.
Inovasi e-SIM ini merupakan terobosan teknologi yang mendukung upaya pengurangan sampah plastik, di mana e-SIM tidak membutuhkan sim card baik micro maupun nano.
Peralihan dari Kartu SIM fisik ke e-SIM Perlu Adaptasi
Meski demikian, peralihan dari kartu SIM fisik ke e-SIM harus diakui bahwa belum sepenuhnya masyarakat Indonesia beradaptasi dengan teknologi ini, apalagi tidak semua ponsel mendukung e-SIM, sehingga pengguna ponsel harus memastikan bahwa perangkatnya kompatibel untuk di-instal.
Beberapa operator memerlukan registrasi khusus, termasuk pemindaian QR code dan verifikasi identitas, yang mungkin terasa lebih teknis dibandingkan memasukkan kartu SIM biasa. Meski demikian, masyarakat yang tinggal di pedesaan belum tentu akrab dengan scan QR Code. ***