
APAAJA.NET – Pemerintah Indonesia secara tegas menyatakan tidak mengimpor produk terafiliasi Israel ke dalam negeri dan menyatakan tidak memiliki hubungan dagang dengan Israel, termasuk dalam hal impor produk konsumsi. Hal ini ditegaskan oleh Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Iqbal Soffan Shofwan, dalam sebuah forum diskusi di Kantor BRIN, Jakarta (17/4/2025). “Sepengetahuan saya tidak ada produk dalam kategori barang konsumsi fast moving yang kita impor dari Israel,” tegas Iqbal.
Afiliasi Produk Perlu Didefinisikan dengan Jelas
Iqbal juga menekankan pentingnya definisi yang tegas soal afiliasi produk dengan Israel sebelum mengambil langkah boikot. Ia memberi contoh bagaimana perusahaan teknologi besar seperti Meta—induk dari Facebook, WhatsApp, dan Instagram—dalam konteks tertentu bisa dianggap memiliki hubungan dengan Israel.
Langkah yang tidak hati-hati, menurutnya, bisa menyebabkan kesalahpahaman dan kerugian, terutama terhadap pelaku usaha lokal.
Baca Juga: Kenapa Harus Buka Jendela di Perlintasan Kereta Api?
Waralaba Asing di Indonesia: Dimiliki Pengusaha Lokal
Mengenai keberadaan restoran cepat saji waralaba asing di Indonesia, Iqbal mengungkapkan bahwa sebagian besar dimiliki oleh pengusaha dalam negeri, menggunakan bahan lokal, dan mempekerjakan warga Indonesia.
Ia mengingatkan agar tidak ada kesalahan dalam menyikapi boikot, karena bisa berdampak pada ekonomi nasional dan usaha rakyat.
MUI: Fatwa Boikot Produk Israel sebagai Bentuk Ketaatan
Dr. Ikhsan Abdullah, Wakil Sekjen MUI sekaligus pendiri Indonesia Halal Watch, menyatakan bahwa Fatwa MUI Nomor 83 Tahun 2025 tentang boikot produk terafiliasi Israel telah mendapat dukungan luas dari masyarakat. “Ini bentuk ketaatan kepada ulama dan juga konstitusi negara,” ujar Ikhsan.
Menurutnya, semangat anti-penjajahan dalam UUD 1945 menjadi landasan moral dan hukum yang kuat untuk mendukung gerakan ini.
Baca Juga: Bonus Demografi Indonesia: Peluang Emas Mempersiapkan SDM Unggul Tembus Pasar Kerja Global
Dampak Positif Terhadap Produk Lokal dan UMKM
Peneliti BRIN, Dr. Hj. Fauziah, menilai bahwa fatwa MUI telah mendorong pertumbuhan konsumsi produk lokal serta meningkatkan kesadaran ekonomi dan sosial masyarakat. Industri besar juga disebut mulai terdorong untuk memperhatikan etika dan solidaritas kemanusiaan. “Konsumsi kini menjadi ekspresi solidaritas politik dan identitas keagamaan,” jelas Fauziah.