
Keterangan Gambar: Kiai Musthofa Bisri dan Kiai Fadlolan Musyaffa’ (tangkap layar: IG @fadhlulfadhlan.graphy)
“Nah, di Mesir ini, Beliau ini (Yai Fadhlolan Musyaffa’) penguasanya. Beliau tokoh penting NU sekaligus memiliki kedudukan di KBRI di Mesir. Setiap saya ke Mesir, ya ketemunya sama Beliau.”
APAAJA.NET– Dr KH Ahmad Musthofa Bisri (Kiai Musthofa Bisri) bercerita pengalamannya saat di Mesir dan mengomentari Pondok Pesantren Fadhlul Fadhlan (PPFF) Semarang yang didirikan dan diasuh oleh Dr KH Fadlholan Musyaffa’ LC MA (Kiai Fadholan Musyaffa’).
Pengasuh Ponpes Raudlatut Tholibin, Rembang Dr KH Ahmad Musthofa Bisri mengomentari kondisi terkini Pondok Pesantren Fadhlul Fadhlan (PPFF) Semarang pimpinan Dr KH Fadlholan Musyaffa’ LC MA sebagaimana bisa dilihat dalam video yang diunggah di akun IG @fadhlulfadhlan.graphy.
Yai Fadhlolan adalah salah satu santri ponpes salaf yang juga lulusan Universitas Al Azhar Mesir. Saat ini Yai Fadhlolan menjadi Ketua Komisi Fatwa MUI Jateng serta aktif di NU Jateng dan PPP.
Yai Musthofa Bisri menceritakan bahwa di Mesir ada unen-unen (atau keyakinan di masyarakat), bahwa: Siapa saja yang pernah minum air Sungai Nil, pasti akan kembali ke Mesir.
“Nah, di Mesir ini, Beliau ini (Yai Fadhlolan Musyaffa’) penguasanya. Beliau tokoh penting NU sekaligus memiliki kedudukan di KBRI di Mesir. Setiap saya ke Mesir, ya ketemunya sama Beliau ini.”
Baca Juga: Zakat Fitrah sebagai Penyempurna Puasa dalam Kajian Subuh
Yai Fadhlolan Musyaffa’ menurut Yai Musthofa Bisri adalah sosok yang aktif menyelenggarakan berbagai kegiatan keagamaan dan sosial, terutama yang berkaitan dengan NU.
Selain itu, ia juga dikenal sebagai figur yang tetap mengedepankan pendekatan spiritual dalam setiap aktivitasnya, termasuk melalui praktik-praktik tradisional seperti tawasul.
“Beliau bukan hanya mengandalkan ilmu pengetahuan formal, tapi juga pendekatan hati dan spiritual. Tawasul masih digunakan, dan ini sangat penting dalam memperkuat nilai-nilai keagamaan,” ungkapnya.
Dalam pandangannya, kemajuan yang dicapai di lingkungan pendidikan pesantren—baik di Mesir maupun di Indonesia—tidak hanya berasal dari kemampuan intelektual semata, tetapi juga dari keterhubungan spiritual dengan para ulama terdahulu.
Baca Juga: Prof H Sholihan: Gunung adalah Pengaman Penduduk Bumi, Jika Hancur…
Ia menilai, pendekatan ini menjadi kekuatan tersendiri yang jarang ditemukan dalam sistem pendidikan modern.
“Tidak mungkin perkembangan seperti ini terjadi hanya karena ilmu doktor-nya atau pengetahuan akademik saja. Harus ada keberkahan dari para pendahulu juga,” tambahnya.
Lebih lanjut, ia menyoroti pentingnya pemahaman terhadap ilmu pengetahuan dalam konteks keislaman.
Menurutnya, tidak ada dikotomi antara ilmu umum dan ilmu agama. Semua ilmu, tegasnya, diklasifikasikan dalam dua kategori: fardhu ‘ain dan fardhu kifayah.
“Ilmu pengetahuan itu semuanya wajib. Ada yang fardhu ‘ain, ada yang fardhu kifayah. Tidak ada ilmu umum atau ilmu agama dalam konteks ini,” jelasnya.
Konsep ini, menurutnya, menjawab keraguan sebagian masyarakat terhadap relevansi pendidikan pesantren di era modern. Ia meyakini, PPFF adalah pondok pesantren yang menggabungkan tradisi dengan pendekatan ilmiah akan menjadi pilihan utama bagi masyarakat di masa depan.***
Selengkapnya silakan klik : Testimoni Gus Mus mengenai MA Al Musyaffa’ dan Pondok Pesantren Fadhlul Fadhlan Semarang