
APAAJA.NET – Serambi kanan Masjid Attaqwa dipenuhi kehangatan dan keakraban Semangat Halal Bihalal warga RT 03 RW 03. Dihadiri oleh Ketua RW 03, Bapak Agung, Ketua dan Ibu RT 03, pengurus, sesepuh, dan warga, kegiatan ini menjadi ajang penting memperkuat solidaritas dan persaudaraan pasca-Ramadan.
Halal Bihalal: Tradisi Islam yang Menjadi Budaya Sosial
Dari Ibadah Menuju Interaksi Sosial
Dalam ceramahnya, penceramah menyampaikan bahwa halal bihalal tidak sekadar ritual keagamaan, melainkan sudah menjelma menjadi budaya sosial Nusantara. Tak terbatas di masjid, kini halal bihalal juga diselenggarakan di kantor, restoran, hingga tempat wisata.
“Tradisi ini menunjukkan bahwa nilai silaturahmi dan saling memaafkan menjadi bagian penting kehidupan sosial kita,” ujarnya.
Memaafkan: Inti Halal Bihalal dan Ajaran Islam
Hak Allah dan Hak Sesama Manusia
Dalam Semangat Halal Bihalal Penceramah menegaskan bahwa ibadah Ramadan dan Idulfitri bertujuan menghapus dosa yang berhubungan dengan Allah (haqullah), tetapi dosa terhadap sesama (haqul adam) hanya terhapus jika ada saling memaafkan.
Ia mengutip hadis tentang “orang yang bangkrut” (al-muflis) di hari kiamat—yakni orang yang memiliki banyak pahala tapi habis karena menzalimi orang lain. Inilah pentingnya memohon maaf dan memaafkan sebagai proses saling menghalalkan kesalahan.
Tingkatan Memaafkan dalam Al-Qur’an
Penceramah menjelaskan tiga tingkatan memaafkan:
-
Ta’fu (memaafkan): Melepaskan kesalahan secara lahir.
-
Musafahah (bersalaman/bertemu): Menunjukkan penerimaan sosial terhadap orang yang dimaafkan.
-
Taghfiru (melupakan): Mampu menghapus rasa sakit hati dan benar-benar melupakan kesalahan yang pernah terjadi.
“Jika kita bisa sampai pada tingkat tertinggi ini, hati akan lebih damai dan hidup terasa lebih ringan,” katanya.
Asal-Usul Istilah “Halal Bihalal”
Kreasi Ulama Nusantara
Istilah “halal bihalal” disebut bukan berasal dari bahasa Arab baku, tetapi merupakan hasil kreativitas ulama Nusantara seperti K.H. Abdul Wahab Hasbullah. Meski tidak ditemukan dalam kamus Arab standar, istilah ini memiliki padanan struktur seperti “yadan biyadin” (tangan dengan tangan), yang menandakan makna relasi timbal balik.
“Halal bihalal bukan istilah sembarangan, melainkan bentuk kultural yang berakar dari nilai-nilai Islam,” tegas penceramah.
Menjadi Muhsin, Bukan Sekadar Bertakwa
Memaafkan menurut Al-Qur’an adalah perbuatan ihsan, dan pelakunya disebut muhsin, yang lebih tinggi derajatnya daripada sekadar orang bertakwa.
“Memaafkan adalah bentuk tertinggi dari kebaikan karena kita melepaskan hak kita demi orang lain,” tutup penceramah.***