
APAAJA.NET – Langit malam di Pedalaman Kalbar (Kalimantan Barat) tetap sama seperti dulu: gelap dan penuh bintang. Tapi kini ada tambahan baru—piringan putih di atap rumah warga. Itu bukan parabola TV biasa, tapi perangkat Starlink dari SpaceX. Teknologi masa depan katanya, internet dari langit. Namun, sayangnya, yang sampai ke tanah hanyalah hening dan harapan kosong.
Titingin, seorang guru SD di desa itu, masih mengingat betapa semangatnya ia saat mengajukan proposal untuk memasang Starlink. Mimpi sederhana: anak-anak di desanya bisa belajar seperti anak-anak kota. Perangkat datang, dipasang, tapi sinyal tak pernah muncul. Yang ada hanya email dari pusat: “Layanan tidak tersedia karena kapasitas penuh.”
Baca Juga: Pendopo Untuk Rakyat: Program Inovatif Purbalingga Wujudkan Aspirasi dan Solusi Nyata Warga
Anak-Anak Masih Menulis di Papan, Bukan Mengetik di Google Docs
Meski parabola mahal sudah terpasang, anak-anak tetap menulis PR dengan kapur di papan tulis. Mereka menggambar peta Indonesia dari ingatan, belum pernah membuka Google Maps, bahkan tak tahu seperti apa tampilan halaman Wikipedia. Sementara dunia membicarakan AI dan eksplorasi Mars, anak-anak ini masih berjalan kaki berjam-jam untuk meminjam buku pelajaran.
“Parabola itu bukan untuk internet,” ucap Titingin lirih. “Itu tempat saya menaruh harapan.”
Starlink: Hebat di Teknologi, Gagal dalam Empati
Masalahnya bukan pada teknologinya. Starlink mampu menghadirkan internet cepat, itu benar. Tapi mereka gagal memahami kebutuhan nyata masyarakat yang paling membutuhkannya. Distribusi perangkat tanpa kepastian layanan hanya membuat desa-desa terpencil merasa ditinggalkan—lagi.
Baca Juga: Ribuan Pekerja Wisata Kepung Gedung Sate! Tuntut Gubernur Jabar Cabut Larangan Study Tour!
Desa yang sudah bertahun-tahun menunggu konektivitas, kini hanya dapat parabola tanpa fungsi. Janji “internet tanpa batas” ternyata datang dengan syarat tak tertulis: sinyal tak dijamin, layanan tergantung kapasitas. Satu-satunya yang mengudara hanyalah keluhan dan kekecewaan.
Bumi Masih Butuh Perhatian, Jangan Cuma Fokus ke Mars
Elon Musk boleh saja bermimpi menaklukkan Mars, tapi jangan lupa masih banyak anak-anak di Indonesia yang belum bisa kirim email. Starlink bisa jadi solusi luar biasa, tapi harus hadir dengan empati dan komitmen nyata, bukan hanya sekadar proyek prestisius.
Sebab di balik setiap piringan Starlink yang diam, ada manusia yang menunggu: untuk belajar, untuk terhubung, untuk merasa tak tertinggal dari dunia. Berita tentang Pedalaman Kalbar ini sangat menarik bukan?.***