
APAAJA.NET – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeluarkan keputusan mencegah mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas (YCQ) bepergian ke luar negeri. Pencegahan ini dilakukan terkait penyidikan dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji tahun 2023–2024 di Kementerian Agama.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa surat keputusan pencegahan terbit pada 11 Agustus 2025. Larangan ini berlaku selama enam bulan dan mencakup tiga orang, yakni YCQ, IAA, dan FHM. “Keberadaan mereka di Indonesia dibutuhkan untuk kelancaran proses penyidikan,” ujar Budi di Jakarta, Selasa (12/8/2025).
Siapa IAA dan FHM?
IAA diketahui merupakan mantan staf khusus Menteri Agama, sementara FHM adalah pihak swasta. Keduanya diduga memiliki peran dalam perkara ini. Pencegahan keluar negeri merupakan bagian dari rangkaian penyidikan yang sudah dimulai 9 Agustus 2025, tak lama setelah KPK memeriksa Yaqut pada 7 Agustus 2025.
Potensi Kerugian Negara Mencapai Rp1 Triliun
KPK bekerja sama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung potensi kerugian negara. Dari perhitungan awal, nilai kerugian diduga melebihi Rp1 triliun. Angka ini terkait kebijakan pembagian kuota haji tambahan tahun 2024 yang dinilai tidak sesuai ketentuan.
Dugaan Pelanggaran Aturan Kuota Haji
Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI menemukan indikasi pelanggaran dalam pembagian kuota tambahan haji. Dari 20.000 kuota tambahan dari Pemerintah Arab Saudi, Kementerian Agama membagi rata 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Baca Juga: Toyota Calya 2025: LCGC 7-Seater Rp135 Juta yang Fiturnya Setara MPV Mewah!
Padahal, Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 mengatur kuota haji khusus hanya 8 persen dari total kuota, sedangkan 92 persen untuk haji reguler. Skema pembagian yang berbeda ini diduga menjadi salah satu akar masalah yang tengah diselidiki.
Kasus Masih Bergulir
Hingga kini, KPK belum menetapkan tersangka dalam kasus ini. Namun, langkah pencegahan ke luar negeri dianggap penting untuk memastikan semua pihak yang terlibat tetap berada di Indonesia selama proses hukum berlangsung.***