Ternyata Iktikaf juga Berpotensi Memproduksi Dosa


“Meskipun menjadi ibadah yang memiliki nilai pahala besar di bulan Ramadhan, iktikaf juga berpotensi memproduksi dosa bagi pelakunya.”

APAAJA.NET – BANJARNEGARA – Beberapa tahun belakangan seiring kesadaran masyarakat muslim tentang iktikaf di 10 hari terakhir Ramadhan, marak diselenggarakan kegiatan iktikaf bermalam penuh di masjid.

Ada masjid yang menyelenggarakan 24 jam selama 10 hari, ada pula yang menyelenggarakan hanya sejak dini hari hingga pagi.

Salah satu yang kerap terjadi adalah pada saat iktikaf, seseorang asyik ngobrol dengan peserta lain sehingga berujung ghibah atau membicarakan orang lain.

Hal itu diungkapkan oleh Ustadz Slamet Sugiyanto dalam kajian bada Subuh di hadapan puluhan peserta iktikaf Masjid Abu Bakar Petambakan, Madukara, Banjarnegara, Jumat (28/3/2025).

“Jangan sampai niat baik iktikaf justru berujung dosa. Dalam iktikaf mustinya mengurangi aktivitas ngobrol. Perbanyak baca Quran, wirid, sholat. Kalau perlu kita mengintrovetkan diri. Karena momen itikaf adalah memperbanyak urusan kita dengan Allah. Bahkan di Timur Tengah dan beberapa tempat di Jakarta, peserta itikaf dibuat bedeng sekat antarpeserta agar tidak ngobrol yang tidak perlu,” jelas Slamet.

Hal itu diungkapkan Slamet yang pagi itu membahas mengenai hadits Arbain nomor 15, dimana kaum muslim diminta untuk melakukan tiga hal jika ia beriman pada Allah dan hari akhir, yaitu: menjaga lisan, berbuat baik kepada tetangga, dan memuliakan tamu. Slamet cukup banyak dan dalam membahas tema menjaga lisan.

“Omongan itu berasal dari hati. Jangan sampai kita keprucut (keceplosan) asal bicara. Sebab omongan yang menyakiti orang lain pasti akan membekaskan luka, dan nanti bisa menjadi tagihan di akhirat. Termasuk di sosial media, konten-konten julid harus dihindari karena akan menjadikan kebiasaan bagi yang menontonnya, terutama para remaja,” tandas anggota Bergada Permadani Banjarnegara itu.

Ia juga menambahkan, dialek serta kebiasaan berbicara sejak kecil tidak menjadi alasan seseorang untuk kemudian berkata buruk.

“Para sahabat hidup di zaman jahiliah. Bahkan beberapa diantaranya pernah membunuh tanpa sebab yang benar. Namun begitu mereka mengenal Islam, mereka berubah total menjadi manusia lemah lembut dalam berkata-kata. Mustinya kita juga demikian, apa lagi kebanyakan kita dilahirkan sudah dalam kondisi Islam,” pungkasnya.***

Related Posts

Bupati Lilis Nuryani Pastikan Seleksi PPPK Tahap 2 di Kebumen Berjalan Transparan dan Akuntabel
  • May 19, 2025

APAAJA/NET – Pada Sabtu, 17 Mei 2025, Bupati Kebumen Lilis Nuryani melakukan pemantauan langsung seleksi kompetensi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tahap 2 yang berlangsung di Institut Seni Indonesia…

Read More

Continue reading
Jambore Pokdarwis Jateng 2025 di Purbalingga: Bupati Fahmi Dorong Integrasi Wisata Lewat Konsep One Stop Destination
  • May 18, 2025

APAAJA.NET – Kabupaten Purbalingga dipercaya menjadi tuan rumah Jambore Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Jawa Tengah ke-19 yang berlangsung pada Sabtu, 17 Mei 2025 di Taman Wisata Purbasari Pancuran Mas. Kegiatan…

Read More

Continue reading

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *