
APAAJA.NET – Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 50 Tahun 2025 resmi menaikkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) final atas transaksi aset kripto menjadi 0,21%, efektif per 1 Agustus 2025. Kebijakan ini menggantikan aturan sebelumnya dalam PMK No. 68/2022 dan menjadi bagian dari transformasi pengawasan aset digital dari Bappebti ke OJK.
Kenaikan tarif ini berlaku untuk semua transaksi, baik yang dilakukan melalui exchange resmi maupun non-resmi. Langkah ini bertujuan untuk menyederhanakan sistem perpajakan, meningkatkan kepatuhan, serta mengoptimalkan potensi penerimaan negara dari sektor digital.
Mengapa Pajak Kripto Naik? Ini 3 Alasan Utamanya
1. Pengawasan Beralih ke OJK
Baca Juga: Viral! Resep Batagor Chef Devina yang Super Lembut dan Gurih, Gampang Banget Bikin di Rumah
Aset kripto kini tidak lagi berada di bawah Bappebti, melainkan diawasi langsung oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sehingga diperlukan penyesuaian struktur perpajakan.
2. Simplifikasi Mekanisme Perpajakan
Sistem pemungutan dan pelaporan PPh disederhanakan agar lebih praktis dan efisien.
3. Optimalisasi Penerimaan Negara dari Ekonomi Digital
Kementerian Keuangan menyebut bahwa tarif 0,21% dianggap proporsional, cukup untuk mendukung APBN tanpa membebani investor secara berlebihan.
Mekanisme Baru Pemotongan PPh Kripto
Begini Cara Pemungutannya per 1 Agustus 2025:
- Exchange langsung memotong 0,21% dari nilai transaksi jual kripto.
- Pajak disetor otomatis ke kas negara.
- Bersifat final, sehingga tidak perlu dilaporkan ulang dalam SPT tahunan.
Contoh:
Transaksi Rp100 juta x 0,21% = Rp210.000
Jika terjadi 30 kali sebulan, pajak yang dibayar bisa mencapai Rp6,3 juta per bulan.
PPN Juga Diatur, Ini Rinciannya
Dalam PMK 50/2025, kripto dikategorikan sebagai surat berharga digital. Artinya, penyerahan kripto dibebaskan dari PPN. Namun, PPN tetap dikenakan untuk jasa-jasa terkait, seperti:
Jasa yang Masih Dikenai PPN (11%)
- Layanan exchange
- Dompet digital (wallet)
- Swap antar aset
- Mining
- Staking
Dampak Kenaikan Pajak Kripto Bagi Pelaku Pasar
Trader Aktif: Wajib Hitung Ulang Strategi
Trader dengan frekuensi tinggi akan paling terdampak, karena pajak dipotong setiap transaksi. Overtrading bisa jadi jebakan yang memakan margin keuntungan.
Investor Jangka Panjang: Relatif Aman
Investor dengan strategi HODL cenderung tidak terlalu terpengaruh karena frekuensi transaksi lebih rendah.
Penambang Kripto Juga Kena Pajak, Mulai 2026
Bagi penambang kripto, peraturan mulai diberlakukan mulai 2026, mencakup:
- PPh final 0,21% atas penjualan kripto hasil tambang
- PPN 2,2% atas jasa verifikasi transaksi (mining)
Respon Pelaku Pasar: Positif Tapi Tetap Waspada
- Exchange menyambut positif karena struktur tarif kini lebih jelas.
- Investor ritel menyebut tarif masih wajar asal transparansi dan efisiensi sistem tetap terjaga.
- Analis menilai Indonesia masih dalam jajaran negara dengan pajak kripto rendah dibanding global.
Strategi Cerdas Hadapi Pajak Kripto 0,21%
Baca Juga: Wabup Dimas Turun Gunung! PS Pemda Libas PS Askab 6-2 dalam Laga Persahabatan Penuh Kejutan
Tips Bagi Investor dan Trader
- Hindari overtrading, fokus pada investasi jangka menengah-panjang
- Gunakan platform yang terdaftar resmi di OJK
- Simpan bukti transaksi untuk audit atau pencatatan pribadi
- Pilih aset kripto fundamental kuat agar tidak sering cut loss
- Manfaatkan fitur analisis pajak otomatis yang disediakan exchange
Pajak Naik, Tapi Regulasi Makin Matang
Meskipun pajak kripto naik, langkah ini mencerminkan niat pemerintah memperkuat ekosistem digital secara legal dan transparan. Dengan pengawasan OJK dan sistem perpajakan yang tertata, investor diimbau untuk tetap disiplin dan adaptif.
Hasil akhirnya? Ekosistem kripto di Indonesia jadi lebih sehat, aman, dan berkelanjutan.
Jangan asal trading, cermati aturan, dan tetap cuan dengan strategi yang tepat!.***