
APAAJA.NET – Akses pasar ekspor salak ke Tiongkok kembali dibuka, menjadi angin segar bagi petani dan pelaku ekspor buah di Indonesia. Badan Karantina Indonesia (Barantin), melalui Balai Karantina Jawa Tengah, mencatat telah memfasilitasi ekspor salak sebanyak 78,5 ton dari awal Januari hingga pertengahan April 2025.
Kepala Karantina Jateng, Sokhib, menyatakan bahwa ekspor sempat terhenti pada Maret 2024 karena temuan ketidaksesuaian (Notification of Non Compliance/NNC) dari General Administration of Customs of China (GACC). Namun, berkat pendampingan dan perbaikan yang intensif, ekspor kini kembali berjalan.
Penyebab dan Solusi Penghentian Ekspor Salak ke Tiongkok
Ketidaksesuaian yang ditemukan GACC sebelumnya berkaitan dengan infestasi lalat buah. Untuk mengatasi masalah ini, Karantina Jateng bersama instansi terkait memberikan bimbingan teknis kepada petani, mendorong penerapan Good Agricultural Practices (GAP) dan sanitasi yang lebih ketat.
Deputi Bidang Karantina Tumbuhan, Bambang, menekankan pentingnya komitmen bersama dari semua pemangku kepentingan. “Kita harus menjaga keberlanjutan ekspor ini dengan disiplin menerapkan GAP mulai dari perawatan tanaman, pemilihan komoditas hingga pengemasan,” jelasnya.
Capaian Ekspor Salak Indonesia Tahun 2025
Menurut data sistem BEST TRUST milik Barantin, volume ekspor salak sejak Januari hingga pertengahan April 2025 telah mencapai 78,5 ton, dengan nilai transaksi hampir Rp 1,794 miliar.
Baca Juga: Biaya Logistik di Indonesia Tertinggi di Asia Tenggara: Ini Penyebab dan Solusinya
Rinciannya sebagai berikut:
- Januari 2025: 8,1 ton – senilai Rp 302,4 juta
- Maret 2025: 36,82 ton – senilai Rp 703,9 juta
- April 2025 (hingga pertengahan bulan): 33,6 ton – senilai Rp 787,97 juta
Ketua Tim Kerja Karantina Tumbuhan, Irsan, mengungkapkan bahwa aktivitas ekspor terus meningkat sejak dibukanya kembali akses pasar. Ia menyebut pencapaian ini sebagai sinyal positif pemulihan daya saing salak Indonesia di pasar global.
Barantin Perkuat Pendampingan Petani dan Sistem Karantina
Sebagai fasilitator perdagangan, Barantin memegang peran penting dalam memastikan kualitas komoditas ekspor. Kepala Barantin, Sahat M. Panggabean, menggarisbawahi bahwa karantina bukan hanya pengawas, tetapi juga pengawal ketahanan pangan dan kualitas ekspor.
“Kami mendorong penerapan GAP dan Good Manufacturing Practices (GMP) secara berkelanjutan agar salak yang dikirim memenuhi standar internasional,” ujar Irsan.
Harapan Ekspansi Pasar Ekspor Salak
Direktur CV GNL, Agus Suryono, menyatakan pihaknya terus memperbaiki sistem mulai dari kebun teregistrasi, proses pencatatan, hingga rumah kemas. Harapannya, salak asal Jawa Tengah bisa terus memenuhi standar ekspor Tiongkok dan menembus pasar negara lain.
Barantin bersama Karantina Jateng terus berkomitmen memberikan pelatihan dan pengawasan demi menjaga keberlanjutan ekspor salak. Tujuannya tak hanya mendongkrak nilai ekspor, tetapi juga memperkuat ekonomi petani lokal dan meningkatkan daya saing komoditas pertanian Indonesia.