APAAJA.NET – Kebijakan insentif kendaraan ramah lingkungan kembali menjadi sorotan. Menurut peneliti senior LPEM FEB UI, Riyanto, struktur insentif untuk mobil hybrid (HEV) dinilai belum adil jika dibandingkan dengan mobil listrik berbasis baterai (BEV). Padahal, sebagian besar produsen otomotif kini sudah memproduksi model hybrid secara lokal dan berkontribusi besar pada ekonomi nasional.
Insentif Hybrid Masih Minim Dibanding Mobil Listrik
HEV Hanya Dapat PPnBM 3%, BEV Bebas Banyak Pajak
Saat ini kendaraan hybrid hanya memperoleh insentif PPnBM 3% dan itu pun akan berakhir akhir tahun ini. Sementara mobil listrik lokal menikmati PPN DTP 10%, PPnBM 0%, bebas PKB dan BBNKB, sehingga total pajaknya hanya sekitar 2%.
Bahkan BEV impor CBU dalam skema tes pasar mendapat diskon bea masuk 50%, membuat beban pajak hanya 12% dari seharusnya 77%.
Menurut Riyanto, struktur insentif tersebut membuat posisi hybrid jauh tertinggal, padahal kontribusinya terhadap efisiensi energi dan reduksi emisi juga signifikan.
Produksi Hybrid Lokal Terus Meningkat, Tapi Insentif Tidak Mengikuti
Banyak Pabrikan Sudah Merakit Hybrid di Indonesia
Produksi hybrid dalam negeri kini tumbuh pesat. Beberapa model yang sudah dirakit lokal antara lain:
- Honda HR-V e:HEV – Karawang
- Wuling Almaz Hybrid – Bekasi
- Toyota Kijang Innova Zenix HEV (2022) – Karawang
- Toyota Yaris Cross HEV (2023)
- Toyota Veloz Hybrid (baru) – TKDN 80% lebih
Produksi model hybrid lokal ini menyerap ribuan tenaga kerja, mulai dari lini pabrik, pemasok komponen, distribusi, hingga penjualan. Rantai pasoknya pun lebih panjang dibanding kendaraan impor.
Riyanto menegaskan bahwa hal ini menjadi alasan kuat bagi pemerintah untuk menyusun insentif yang lebih berimbang, bukan hanya fokus pada BEV.
Market Share HEV Diprediksi Naik pada 2026
Menurut proyeksi Riyanto, pasar HEV akan membaik pada 2026 ketika insentif BEV CBU berakhir pada 2025.
HEV diperkirakan bisa mencapai market share 5%, seiring banyaknya pabrikan yang sebelumnya fokus pada BEV namun mulai menawarkan model hybrid.
Segmen BEV dan Hybrid Akan Berjalan di Jalur Berbeda
Riyanto menilai bahwa ke depan, BEV akan lebih diterima di kota besar karena membutuhkan ekosistem SPKLU yang memadai.
Sebaliknya, hybrid lebih cocok untuk daerah yang belum memiliki infrastruktur kendaraan listrik yang lengkap.
Konsumen Daerah Belum Paham Teknologi Hybrid
Banyak daerah di luar Jawa belum memahami teknologi hybrid. Sosialisasi perlu diperkuat agar masyarakat mengetahui manfaat efisiensi energi HEV.
Baca juga; Banyak Merek Mau Bantu Indonesia Bikin Mobnas, Airlangga: Sudah Ada yang Menawarkan!
Struktur Insentif BEV Diperlukan Evaluasi
Dalam kondisi industri otomotif yang mengalami penurunan penjualan 10,6% per Oktober 2025, evaluasi menyeluruh diperlukan.
Menurut pengamat, insentif harus lebih seimbang untuk mendukung semua teknologi ramah lingkungan, bukan hanya BEV.
Riyanto menegaskan bahwa kebijakan saat ini justru mematikan potensi HEV yang sudah lebih siap secara produksi dan infrastruktur.
Insentif Harus Lebih Adil untuk Hybrid dan BEV
Struktur insentif kendaraan ramah lingkungan di Indonesia kini dinilai timpang. Mobil listrik berbasis baterai mendapatkan banyak kemudahan fiskal, sementara hybrid hanya mendapat porsi kecil meski kontribusinya besar, terutama dalam industri lokal.
Dengan potensi produksi hybrid dalam negeri yang terus meningkat dan manfaatnya bagi efisiensi energi, kebijakan yang lebih adil diperlukan untuk mendukung pertumbuhan industri otomotif nasional secara menyeluruh.



