
APAAJA.NET – Kapten Ibrahim Traoré kini menjadi sorotan dunia. Pada usia 34 tahun, ia resmi menjabat sebagai Presiden Burkina Faso, menjadikannya kepala negara termuda di dunia. Traoré lahir pada 14 Maret 1988 di Kéra, Bondokuy, Provinsi Mouhoun, dan berhasil menorehkan sejarah baru lewat langkah politik berani.
Burkina Faso sendiri adalah negara di Afrika Barat yang terkurung daratan, berbatasan dengan Mali, Niger, Benin, Togo, Ghana, dan Pantai Gading. Negara ini tengah menghadapi tantangan besar, mulai dari krisis keamanan, tekanan kolonialisme modern, hingga jihadisme yang meluas.
Dari Kudeta ke Revolusi Progresif
Kudeta 2022: Awal Kebangkitan
Baca Juga: Daftar Tempat Wisata dengan Promo Kemerdekaan HUT RI ke-80, Banyak Diskon Bikin Liburan Hemat!
Traoré naik ke tampuk kekuasaan melalui kudeta militer pada September 2022, menggulingkan Presiden transisi Paul-Henri Damiba. Setelahnya, ia mendeklarasikan “Revolusi Progresif dan Populer”, dengan tujuan utama membebaskan Burkina Faso dari pengaruh kolonialisme Barat.
Ideologi Sankarisme
Mengusung semangat Sankarisme jejak revolusi Thomas Sankara Traoré membangun citra sebagai pemimpin Pan-Afrika. Ia menolak ketergantungan pada Prancis dan IMF, serta memperkuat hubungan strategis dengan Rusia.
Kebijakan Ekonomi dan Sosial Ambisius

Modernisasi Pertanian & Agroindustri
Pemerintahan Traoré meluncurkan investasi besar senilai lebih dari 104 miliar CFA untuk sektor pertanian. Program ini mencakup distribusi mesin, pembangunan pabrik pakan ternak “FASO GUULGO”, serta fasilitas pengolahan nanas dan mete di Péni.
Nasionalisasi Sumber Daya Alam
Ia juga melakukan nasionalisasi tambang emas dan membangun kilang emas untuk mengurangi ketergantungan pada asing. Selain itu, pemerintahannya memperluas distribusi lahan pertanian, mendirikan pabrik susu, serta memperkuat industri lokal.
Infrastruktur dan Transportasi
Proyek besar lainnya meliputi produksi bus listrik “ITAOUA” dan modernisasi transportasi kota.
Citra Publik dan Kritik
Baca Juga: Podium Internasional! Pebalap Binaan Astra Honda Dominasi ARRC Jepang dan Red Bull Rookies Cup
Traoré dipuja oleh banyak pemuda dan diaspora Afrika sebagai simbol perlawanan terhadap kolonialisme. Ia juga populer berkat kebijakan pemangkasan gaji pejabat, pembangunan rumah sosial, dan pelunasan utang lokal.
Namun, kritik tetap membayangi. Ia dituding melakukan pembungkaman oposisi, pelanggaran HAM, dan manipulasi media. Krisis keamanan yang tak kunjung reda membuat separuh wilayah Burkina Faso masih dikuasai kelompok jihad. Perpanjangan masa transisi hingga lima tahun, dengan kemungkinan pemilu baru di 2029, juga menimbulkan tanda tanya besar soal komitmen demokrasi.
Simbol Harapan atau Otoritarianisme Baru?
Kapten Ibrahim Traoré adalah figur kontroversial: bagi sebagian rakyat, ia pahlawan revolusi modern; namun bagi pengkritiknya, ia ancaman bagi demokrasi. Yang jelas, dunia kini menaruh perhatian pada Burkina Faso, negeri kecil yang sedang mengguncang Afrika Barat lewat kepemimpinan seorang pemuda revolusioner.***