
APA AJA.NET – BANJARNEGARA – Terjadi unjuk rasa para Sopir Truk di beberapa lokasi di Banjarnegara pada Kamis 19 Juni 2025. Unjuk rasa ini terpantau di Pertigaan Wanayasa, Perempatan Karangkobar, dan Batas Kota Banjarnegara di Pucang.
Sopir truk menghentikan truk bermuatan barang dan memarkirkan truk di tepi jalan. Sementara Sopir truk berkumpul bergerombol atau menjaga kendaraan sendiri.
Menurut informasi dari media sosial yang banyak beredar, demonstrasi ini berkaitan dengan ODOL (Over Dimension Over Load) yaitu pembatasan ukuran dan berat muatan.
Apaaja.net sempat mengkonfirmasi dengan Dishub Banjarnegara. Sayang narahubung sedang di luar kota, yaitu di Salatiga. Namun karyawan Dishub juga menginformasikan demonstrasi serupa juga berlangsung di Terminal Tingkir, Salatiga.
Menurut Amrona, narahubung Dishub Banjarnegara, menyebutkan informasi demo ODOL akan dilaksanakan pada Jumat 20 Juni 2025 esok hari.
“Untuk demo ODOL sepertinya besok (20 Juli 2025),” kata Amrona yang sedang di Salatiga.
Apa itu Demo ODOL?
Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Perhubungan, secara bertahap menerapkan kebijakan Zero ODOL (Over Dimension Over Loading) yang bertujuan untuk meningkatkan keselamatan lalu lintas, memperpanjang usia infrastruktur jalan, dan mengurangi angka kecelakaan akibat truk kelebihan muatan. Namun, di lapangan, kebijakan ini memicu reaksi keras dari kalangan sopir truk dan pelaku usaha logistik.
Meskipun aturan ini terlihat baik dari segi pemerintah maupun keamanan para Sopir truk namun ada beberapa sosialisasi yang memicu demo ODOL. Antara lain sosialisasi oleh anggota Satlantas Boyolali yang menekankan adanya sanksi penjara bagi yang melanggar aturan Zero ODOL.
Sosialisasi yang diunggah Instagram @boyolalikita menyebutkan bahwa mulai Juli 2025, sopir Truk ODOL yang melintasi Boyolali, siap-siap dipenjara (IG @boyilalikita).
“Jadi arahan dari Bapak Kakorlantas Irjen Polisi Agus Suryonugroho, bahwa kendaraan yang melebihi batas muatan atau overloaded bisa dikategorikan sebagai suatu kejahtan lalu lintas. Yang mana hal itu bisa membahayakan pengguna jalan lain atau sopir itu sendiri.”
“Dan sesuai dengan Pasal 316 Ayat 1 Junto Pasal 307 dengan sanksi pidana penjara 2 bulan atau denda maksimal Rp500 ribu,” begitu narasi yang dibacakan.
Pidana penjara menjadi satu keberatan bagi para Sopir truk.
Peraturan yang mendasari peraturan ODOL
Zero ODOL adalah kebijakan yang melarang kendaraan angkutan barang beroperasi jika dimensinya melebihi batas standar dan/atau memuat barang melebihi kapasitas. Target implementasi penuh kebijakan ini sempat ditetapkan pada 2023, namun kini masih dalam masa transisi di sejumlah daerah.
Kendaraan yang tidak memenuhi spesifikasi dimensi dan muatan dapat dikenakan sanksi administratif, penilangan, bahkan larangan operasi.
Peraturan yang mendasari Zero ODOL adalah:
- Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pasal 169–173: Mengatur mengenai persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan bermotor, termasuk dimensi dan muatan. Pasal 277: Memberikan sanksi pidana bagi orang atau badan yang memodifikasi kendaraan sehingga tidak memenuhi persyaratan teknis.
- Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan. Pasal 54–55: Mengatur ketentuan teknis kendaraan bermotor, termasuk dimensi, daya angkut, dan beban sumbu kendaraan (JBI dan JBB). Truk yang dimodifikasi atau mengangkut muatan melebihi batas dianggap tidak memenuhi ketentuan teknis.
- Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 60 Tahun 2019. Tentang Penyelenggaraan Angkutan Barang dengan Kendaraan Bermotor di Jalan merinci larangan terhadap kendaraan ODOL. Peraturan ini juga menyebutkan pengawasan dilakukan melalui jembatan timbang, pengawasan jalan, dan Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB).
- Permenhub Nomor 13 Tahun 2021. Tentang Pengawasan Muatan dan Dimensi Kendaraan. Memberikan penegasan mekanisme penindakan terhadap pelanggaran ODOL, termasuk sanksi administratif dan tindakan tilang.
Pemerhati transportasi Muhammad Akbar, mengatakan bahwa penindakan tegas oleh kepolisian bagi kendaraan yang melanggar kelebihan dimensi dan muatan merupakan prioritas dalam hal penegakan hukum.
Akan tetapi, menurutnya, kebijakan yang semata-mata mengedepankan sanksi, berisiko timpang dan sulit diterima oleh pelaku industri, khususnya di sektor angkutan barang yang selama ini beroperasi dengan margin keuntungan yang relatif tipis.***