
APAAJA.NET – Seiring datangnya Iduladha, pertanyaan ini kerap muncul di kalangan umat Islam: apakah sah berkurban jika seseorang belum pernah diaqiqahi saat kecil? Untuk menjawabnya, penting menelusuri bagaimana aqiqah dan kurban dipahami dan dipraktikkan sejak zaman Rasulullah SAW dan para sahabat.
Meskipun sama-sama melibatkan penyembelihan hewan, aqiqah dan kurban adalah dua ibadah yang berbeda, baik dari segi tujuan, waktu pelaksanaan, maupun makna spiritualnya.
Aqiqah: Tanggung Jawab Orang Tua, Bukan Anak
Praktik Rasulullah SAW dan Para Sahabat
Aqiqah merupakan ibadah sunnah muakkadah yang dilakukan sebagai ungkapan syukur atas kelahiran anak. Rasulullah SAW melakukannya kepada cucu-cucunya, Hasan dan Husain. Hadits dari Abu Dawud dan Tirmidzi menyebutkan:
“Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya. Disembelihkan hewan pada hari ketujuh, dicukur rambutnya, dan diberi nama.” (HR. Abu Dawud, no. 2838)
Namun, tidak ada riwayat yang menunjukkan Rasulullah SAW menyuruh seseorang mengaqiqahi dirinya sendiri ketika dewasa. Sebagian besar ulama menyatakan bahwa aqiqah adalah kewajiban orang tua, bukan anak. Bila tidak dilakukan karena faktor ekonomi atau ketidaktahuan, tidak ada tuntutan untuk menggantinya ketika dewasa.
Baca Juga: Pesan Gus Baha tentang Kasih Sayang Ilahi yang Selalu Mendengar, Isi Hatimu Sudah Diketahui Allah
Kurban: Ibadah Mandiri dengan Sejarah Profetik
Warisan Nabi Ibrahim AS dalam Syariat Nabi Muhammad SAW
Berbeda dari aqiqah, kurban memiliki akar sejarah lebih dalam, yaitu peristiwa ketika Nabi Ibrahim AS diuji untuk menyembelih putranya Ismail AS. Peristiwa ini diabadikan dalam QS. Ash-Shaffat ayat 102–107 dan menjadi dasar syariat kurban yang dilakukan umat Islam pada 10–13 Dzulhijjah setiap tahun.
Rasulullah SAW secara konsisten melaksanakan kurban di Madinah, dan tidak pernah menanyakan latar belakang aqiqah seseorang sebelum menyuruhnya berkurban. Ini menjadi indikasi kuat bahwa aqiqah tidak menjadi syarat sahnya kurban.
Kurban Tetap Sah Meski Belum Aqiqah
Pandangan Ulama dan Konsensus Mayoritas Mazhab
Hingga kini, tidak ada dalil yang menyatakan bahwa seseorang harus diaqiqahi terlebih dahulu agar sah berkurban. Para ulama dari mazhab Syafi’i, Maliki, dan Hanbali menyatakan bahwa kurban adalah ibadah tersendiri yang tidak tergantung
Bahkan di masa Rasulullah dan para sahabat, tidak pernah ada kasus kurban dibatalkan atau ditolak karena pelakunya belum diaqiqahi.
Baca Juga: Pesan Gus Baha tentang Kasih Sayang Ilahi yang Selalu Mendengar, Isi Hatimu Sudah Diketahui Allah
Berkurbanlah dengan Ilmu, Bukan Mitos
Aqiqah dan kurban memang sama-sama bentuk ibadah yang agung, namun masing-masing memiliki aturan dan waktu pelaksanaan yang berbeda. Belum diaqiqahi tidak menghalangi sahnya kurban, selama syarat-syarat kurban lainnya terpenuhi.
Menghidupkan sunnah kurban adalah bentuk cinta dan ketakwaan kita kepada Allah SWT. Jangan biarkan mitos menghalangi niat ibadah yang tulus. Jadikan ilmu sebagai dasar, bukan hanya tradisi.***