
APAAJA.NET – Tidak semua orang mampu langsung memuliakan sesamanya. Menjadi pribadi yang mampu mengangkat derajat orang lain, memuji dengan tulus, dan bersikap mulia bukan perkara mudah. Dibutuhkan kelapangan hati, kejernihan jiwa, dan kematangan batin. Namun seperti yang disampaikan oleh Gus Baha, ketika hati belum sampai pada tahap itu, masih ada satu jalan kebaikan yang bisa ditempuh: menjaga lisan.
Menjaga Lisan, Kebaikan Sederhana yang Bermakna
Sering kali kita menganggap bahwa kebaikan harus berbentuk tindakan besar: memberi bantuan, membela yang tertindas, atau menyemangati yang terpuruk. Padahal, diam untuk tidak menyakiti pun adalah bentuk kebaikan yang tinggi nilainya. Terlebih di zaman ini, ketika komentar pedas mudah diucapkan baik secara langsung maupun melalui media sosial.
Ucapan kita mungkin hanya terdiri dari beberapa kata, tapi dampaknya bisa menancap dalam di hati orang lain. Sekali kita menyakiti, bisa saja luka itu bertahan selamanya. Maka jika kita belum mampu memuliakan orang lain, cukuplah dengan tidak menyakiti mereka lewat lisan.
Baca Juga: Ruben Amorim Ancam Tinggalkan MU jika Tidak Ada Perubahan di Tim
Tak Semua Orang Butuh Pujian, Tapi Semua Ingin Dihargai
Gus Baha mengingatkan: “Tidak semua orang butuh ditinggikan, mereka hanya butuh tidak disakiti.” Ini adalah pengingat yang sangat relevan. Mungkin kita belum bisa memberikan penghormatan atau sanjungan kepada orang lain, namun cukup dengan tidak menghina atau merendahkan, itu sudah menjadi amal mulia.
Sering kali orang hanya butuh untuk tidak disakiti. Mereka tidak menuntut pujian, hanya ingin tidak direndahkan. Dalam dunia yang penuh tekanan seperti sekarang, kalimat sederhana yang tidak menyakitkan bisa menjadi sumber ketenangan bagi sesama.
Memuliakan Itu Mulia, Menahan Diri dari Menghina Itu Juga Ibadah
Dalam salah satu petuahnya, Gus Baha berkata, “Diam yang menahan hinaan bisa lebih mulia daripada bicara tanpa kendali.” Kita mungkin belum bisa menenangkan hati orang lain, tetapi kita bisa tidak menjadi penyebab gelisahnya hati mereka. Dan dari sanalah, ketenangan hati kita sendiri bisa bermula.
Menjaga lisan adalah bentuk ibadah yang sering diremehkan. Padahal Rasulullah ﷺ pun banyak mengingatkan tentang pentingnya mengontrol ucapan. Lisan bisa menjadi sumber pahala, tapi juga bisa menjadi penyebab dosa besar.
Baca Juga: Barcelona Incar Marcus Rashford Sebagai Pelapis Raphinha dan Yamal
Mulai dari Hal Sederhana: Tahan Ucapan, Jaga Lisan
Langkah pertama menuju akhlak mulia adalah belajar menahan ucapan. Jangan tunggu sempurna untuk mulai berbuat baik. Jika belum mampu memuliakan dengan tindakan, mulailah dengan menjaga lisan, tidak menyakiti lewat perkataan. Karena dalam diam yang dijaga, terkadang tersimpan nilai ibadah yang tak terhingga.***