Jauhi Hal Ini! Anda Tidak Akan Bertetangga dengan Setan

APAAJA.NET – “Jauhi hal-hal berikut ini, maka anda tidak akan bertetangga dengan setan,” pesan serius dari Guru Besar UIN Walisongo Semarang Prof Sholihan kepada kita, seluruh umat manusia.

Jangan sampai bertetangga dengan setan? Jika Anda kepo, silakan simak penjelasan Prof Sholihan, salah satu Guru Besar di UIN Walisongo Semarang.

Artikel  ini redaksi apaaja.net susun berdasarkan kajian Prof Sholihan — KAJIAN NASHAIHUL IBAD #291 – BAB RUBĀʿĪ Maqālah Ke-19: “Empat Hal di Neraka yang Lebih Buruk dari Neraka Itu Sendiri – Part 3 (Bertetangga dengan Setan di Neraka)”.

Dalam kajian ini Prof Sholihan membahas salah satu dari empat hal yang disebut lebih buruk daripada neraka itu sendiri — yaitu “bertetangga dengan setan di neraka”. Ulasan mendalam tentang makna, realitas, dan hikmahnya bagi kehidupan kita.

Berikut penjelasan Prof Sholihan tentang “Bertetangga dengan Setan: Makna Mendalam dari Hingga Bahaya yang Lebih Buruk dari Neraka”

Dalam rangkaian kajian kitab Nashaihul Ibad Bab Rubāʿī, Maqālah 19 antara lain menyebutkan empat hal yang “lebih buruk dari neraka itu sendiri”.

Kali ini, Prof  Sholihan menyampaikan bagian ketiga: bertetangga dengan setan di neraka.

Meski sekilas terasa metaforis, sang ulama mengajak kita menangkap makna yang sangat nyata dan aplikatif dalam kehidupan sehari-hari — risiko yang mungkin lebih besar dari sekadar siksaan fisik neraka.

Pengertian dan Konteks

Menurut kajian, “bertetangga dengan setan di neraka” bukan hanya soal kedudukan fisik di akhirat, melainkan gambaran kedekatan dengan keburukan, godaan, dan tipuan yang seakan-akan membuat seseorang ‘tinggal bersama’ dengan setan-setan. Hal ini dianggap lebih buruk daripada sekadar ‘masuk neraka’, karena menyiratkan keadaan yang berkelanjutan, tanpa kemampuan untuk lepas, dan tanpa harapan pembebasan.

Penjabaran

Bahwa seseorang yang dekat dengan setan dalam arti : sering terlibat dalam maksiat, terbiasa dengan tipu daya setan, lalai akan kewajiban, hidup dalam penyesatan spiritual — semuanya ini bisa membuat kondisi “bertetangga dengan setan”.

Dalam kajian beliau, kondisi ini lebih berat karena tidak sekadar menerima hukuman, tetapi menjadi bagian dari sistem kekal tipu daya setan.

Dengan demikian, orang bisa “hidup di dalam neraka” lebih dahulu, yakni dalam dunia dengan sifat-sifat yang mirip neraka, sebelum akhirnya mendapati akhirat-nya.

Implikasi Kehidupan

Kita diingatkan untuk mengecek : bagaimana lingkungan batin kita? Apakah kita dikelilingi oleh godaan yang tak kita sadari? Apakah kita telah ‘menetap’ dalam pola kerja, pikiran, dan kebiasaan yang menyerupai setan?

Menjadi peserta kajian ini juga merupakan ajakan untuk memutus kedekatan dengan tipu daya dan lingkungan negatif, agar tidak “bertetangga dengan setan” baik di dunia maupun di akhirat.

Prof Sholihan memotivasi agar kita memilih lingkungan yang baik, menjaga lisan, menjaga perbuatan, dan memperbanyak amal yang memutus rantai setan — sebab kondisi yang berkelanjutan dalam maksiat menjadikan derita yang disebut lebih buruk dari neraka.

Dari Perspektif Agama & Moral

Kajian ini sangat tajam dari sisi akhlak: bukan hanya soal “menghindar dari neraka”, tetapi soal “menghindar dari hidup dalam kondisi yang lebih rendah dari neraka”. Dalam Islam, hidup yang dipenuhi maksiat, tipuan, dan kehilangan arah hakikatnya adalah neraka kecil di dunia—menandakan bahwa persiapan untuk akhirat harus sangat serius.

Hadits-hadits banyak menggambarkan bahwa siksaan mulai bukan hanya dari api, tapi dari kebutaan batin, dari kegelapan hati, dari kerusakan hubungan dengan Allah dan manusia. Oleh karena itu, bertetangga dengan setan bisa menjadi lebih mengerikan — karena setan tidak hanya menjerumuskan, tapi menjadikan kita ‘tetangga’ dalam kerusakan.

Dalam Konteks Kehidupan Modern

Sebagai ulama sekaligus pengamat teknologi dan sosial, saya melihat analoginya jelas:

Di dunia digital hari ini, kita bisa menjadi “tetangga setan” lewat kebiasaan : menonton konten negatif, terlibat gossip, menyebarkan hoaks, menggunakan media sosial tanpa kendali. Semua ini bisa menjadikan kita bagian lingkungan yang mendekati setan.

Di ranah pekerjaan dan produktivitas, seseorang bisa terjebak dalam sistem yang eksploitatif, tak adil, tanpa makna — ini pun mirip dengan ‘neraka kecil’ yang terus berjalan di dunia.

Karena itu, kajian ini relevan bukan hanya untuk akhirat semata, tetapi untuk kehidupan sehari-hari: menjaga lingkungan hati, memilih pergaulan, menetapkan tujuan hidup yang lebih tinggi dari sekadar dunia.

Hikmah & Pesan Utama

“Bertetangga dengan setan” adalah kondisi yang sangat berbahaya — bukan hanya karena siksaan, tetapi karena kehilangan kesempatan pembebasan, kehilang­an harapan, kehilang­an arah.

Untuk itu, kita harus menjaga diri:

Memutus rantai kebiasaan negatif.

Memperkuat ibadah dan ingat akhirat.

Memilih lingkungan yang membawa kita ke arah kebaikan, bukan kebinasaan.

Dan akhirnya, kita harus menyadari bahwa apakah kita hari ini masih berada di “dunia” atau telah mulai hidup dalam “neraka kecil” bergantung pada pilihan kita — terhadap amal, lingkungan, dan niat.

Kajian Part 3 dari Maqālah 19 ini membuka mata kita bahwa ancaman terbesar bukan hanya neraka yang menanti di akhirat, tetapi keadaan hidup yang menyerupai neraka — yakni hidup dalam kedekatan dengan setan, dalam tipu daya, dalam kebiasaan yang meneruskan kerusakan.

Semoga Allah membimbing kita untuk tidak menjadi “tetangga setan”, tetapi menjadi hamba-Nya yang dekat dengan jalan kebaikan, dan dimasukkan ke dalam surga yang penuh rahmat dan kasih sayang. Aamiin.***

Related Posts

Tepuk Sakinah: Rahasia Gerakan Sederhana yang Ajarkan 5 Pilar Keluarga Bahagia
  • October 9, 2025

APAAJA.NET – Tepuk Sakinah kini menjadi viral karena menyimpan pesan moral penting dalam keluarga. Inovasi dari Kementerian Agama (Kemenag) ini merupakan bagian dari program Bimbingan Perkawinan (Bimwin), dirancang untuk membantu…

Read More

Continue reading
Lebih Mulia dari Surga? Ini Keutamaan Bertetangga dengan Para Nabi di Akhirat!
  • September 29, 2025

APAAJA.NET – Surga adalah tujuan akhir setiap mukmin. Namun, tahukah Anda bahwa ada empat hal di surga yang bahkan lebih mulia daripada surga itu sendiri? Dalam kajian kitab Nashaihul ‘Ibad,…

Read More

Continue reading

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *