
APAAJA.NET– Dalam pengajian subuh di Masjid At-Taqwa, menyampaikan kajian mendalam tentang makna kematian dalam Islam berdasarkan kitab Nashaih al-Ibad. Kajian kali ini menyoroti dua makna penting kematian: sebagai “bahrul a’mar” (lautan umur) dan “bahrul a’mal” (lautan amal).
“Kematian itu bukan akhir dari segalanya, tapi awal dari kehidupan baru yang penuh pertanggungjawaban,” tegas Prof. H. Sholihan.
Menurutnya, seluruh umur manusia—panjang ataupun pendek—pada akhirnya akan dihimpun dalam kematian. Tidak ada satu makhluk pun yang luput dari maut, sesuai firman Allah, “Kullu nafsin dzaiqatul maut” (Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati).
Umur adalah Amanah, Kematian adalah Kepastian
Setiap Detik Akan Dipertanggungjawabkan
Prof. H. Sholihan mengingatkan bahwa umur yang diberikan Allah adalah amanah yang harus digunakan sebaik-baiknya. Ketika ajal datang, umur kita akan diakhiri, dan amal kita akan dipertanggungjawabkan.
“Allah akan menanyakan umur kita digunakan untuk apa, dan harta dari mana dan digunakan untuk apa,” jelasnya.
Beliau juga menyinggung bahwa kematian datang dalam berbagai bentuk dan waktu yang tidak diketahui. Ada yang meninggal saat masih muda, bahkan ada yang belum sempat lahir sudah wafat. Karena itu, menurut beliau, manusia harus selalu siap menghadapi kematian.
Amal sebagai Bekal Kehidupan Abadi
Dalam versi lain dari kitab yang dikaji, disebutkan bahwa kematian adalah “bahrul a’mal”, lautan amal. Artinya, segala amal manusia—baik maupun buruk—akan terkumpul dan menjadi bekal saat menghadap Allah.
“Kematian itu seperti peti amal. Apa yang kita lakukan selama hidup akan dikunci di dalamnya dan kita bawa ke akhirat,” kata Prof. H. Sholihan.
Memperpanjang Nilai Umur dengan Amal Shalih
Walaupun umur manusia terbatas, Allah memberikan banyak kesempatan untuk melipatgandakan nilai amalnya. Contohnya, salat berjamaah yang pahalanya dilipatgandakan 27 kali lipat, salat di Masjidil Haram yang setara dengan 100.000 salat biasa, dan malam Lailatul Qadar yang nilainya setara dengan seribu bulan.
Namun Prof. H. Sholihan mengingatkan agar umat Islam tidak terjebak pada logika “tabungan amal” yang menyesatkan.
“Jangan merasa sudah cukup beramal dan kemudian meremehkan kewajiban berikutnya. Semangat beramal harus dijaga sampai akhir hayat,” pesannya.
Baca Juga: Superchallenge Super Prix 2025 Seri 1 Siap Digelar di Sirkuit Mijen Semarang
Pesan Terakhir: Jadikan Kematian Sebagai Cermin Hidup
Sebagai penutup, Prof. H. Sholihan menegaskan pentingnya kesadaran akan kematian. Kesadaran itu harus mendorong setiap muslim untuk memperbaiki diri, memperbanyak amal saleh, dan mempersiapkan bekal menuju kehidupan akhirat yang kekal.
“Mati itu pasti, waktunya rahasia. Maka gunakan umur sebaik-baiknya sebelum semua dikunci oleh kematian,” tutup beliau.