
APAAJA.NET – Dalam kajian Subuh yang digelar di Masjid At-Taqwa Ngaliyan, Ahad pagi, Prof Sholihan menyampaikan penjelasan mendalam terkait Makna Sholat Tiang Agama maqalah ke-11 dari kitab Nashaih Al-Ibad. Salah satu sabda Nabi Muhammad SAW yang menjadi sorotan ialah:
“As-sholatu imadud-din, was-shamtu afdhal.”
(Sholat adalah tiang agama, dan diam itu lebih utama)
Prof Sholihan menegaskan bahwa sholat bukan sekadar kewajiban ritual, namun merupakan fondasi utama keagamaan seseorang. Ia mengutip penjelasan Imam Nawawi, yang menyatakan bahwa Makna Sholat Tiang Agama tidak akan bisa ditegakkan tanpa sholat, sebagaimana rumah tidak akan berdiri tanpa tiang.
“Sholat adalah bentuk paling nyata dari penghambaan kepada Allah SWT. Ia bukan sekadar rutinitas, tapi ekspresi total kehambaan kepada Tuhan yang menciptakan dan mengatur seluruh semesta,” jelas Prof Sholihan di hadapan jamaah.
Baca Juga: Sheila Savitri: Sosok Ibu Sekaligus Bikers Sejati di Balik HSP Racing Team
Keutamaan Diam: Ibadah yang Sering Terabaikan
Tak kalah menarik, Prof Sholihan juga menyoroti potongan hadis: “Was-shamtu afdhal” (Diam itu lebih utama). Diam yang dimaksud, jelas beliau, adalah menahan diri dari ucapan dan tindakan yang tidak bermanfaat—baik bagi dunia maupun akhirat.
Menurut penjelasan Imam Nawawi, diam yang disebutkan dalam hadis adalah as-sukut ‘amma la yanfa’, yaitu meninggalkan hal-hal sia-sia yang tidak memberikan faedah bagi kehidupan.
“Diam dari hal yang tidak berguna adalah ibadah tertinggi,” tegas Prof Sholihan.
Diam: Tanda Kekuatan dan Kedewasaan Spiritual
Prof Sholihan juga menyinggung sabda Nabi SAW bahwa orang kuat bukanlah yang menang dalam pertarungan fisik, tetapi yang mampu menahan amarah saat berada dalam posisi membalas. Diam, dalam konteks ini, adalah bentuk pengendalian diri dan kedewasaan spiritual yang tinggi.
Lebih lanjut, beliau menegaskan bahwa diam bukan sikap pasif, melainkan tindakan aktif dalam menahan diri dari membalas kejahatan. Ini adalah bentuk nyata dari ihsan, yakni membalas keburukan dengan kebaikan.
Diam yang Bernilai Ibadah: Memaafkan dan Menyambung Silaturahmi
Dalam penutup kajian, Prof Sholihan menekankan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam diam, antara lain:
-
Memaafkan orang yang menzalimimu
-
Menyambung silaturahmi dengan orang yang memutuskanmu
-
Memberi kepada orang yang tidak pernah memberimu
Baca Juga: Gus Baha, Menjadi Baik Tak Harus Langsung Sempurna, Mulailah dengan Menjaga Lisan
Semua itu, menurut beliau, merupakan bentuk dari diam yang bernilai ibadah dan puncak dari akhlak seorang Muslim.
Pondasi dan Puncak Ibadah
Melalui kajian ini, Prof Sholihan mengajak umat Islam untuk memahami ibadah secara esensial, tidak hanya ritualistik. Sholat sebagai tiang agama adalah pondasi kehidupan spiritual, sedangkan diam sebagai bentuk pengendalian diri adalah puncak dari ibadah sosial.
Semoga kajian ini memberikan inspirasi bagi kita semua untuk terus memperbaiki diri sebagai hamba Allah yang sejati.***