
APAAJA.NET – Sabtu pagi yang khusyuk di Masjid Takwa menjadi saksi penyampaian lanjutan kajian kitab Nasab al-‘Ibad karya Imam Nawawi oleh Prof. H. Sholihan. Kajian ini memasuki makqalah ke-11, dengan fokus pada keutamaan Diam Itu Ibadah Tertinggi sebagai salah satu bentuk ibadah yang luar biasa dalam Islam.
Sabda Nabi: Diam Lebih Utama dari Empat Amalan Besar
Dalam penjelasannya, Prof. Sholihan menyampaikan sabda Nabi Muhammad SAW yang menyebutkan empat amalan besar:
-
Sholat sebagai tiang agama
-
Sedekah yang meredam murka Allah
-
Puasa sebagai perisai
-
Jihad sebagai puncak agama
Baca Juga: Gus Baha: Ujian Nabi Ibrahim Adalah Wujud Cinta Allah yang Sebenarnya
Namun, dari keempatnya, Nabi menyatakan bahwa “diam itu lebih utama” (was-samtu afdhal).
Pandangan Imam Nawawi: Diam Termasuk Ibadah Tertinggi
Mengutip Imam Nawawi, Prof Sholihan menegaskan bahwa diam tergolong arfa‘ul ‘ibadah (ibadah tertinggi). Namun bukan sembarang diam — yang dimaksud adalah diam dari hal yang tidak bermanfaat, menjauh dari perkataan sia-sia, dan menahan diri dari membalas keburukan dengan kata-kata.
“Diam itu menjadi ibadah ketika kita mampu menahan lisan di tengah-tengah manusia,” ujar Prof. Sholihan.
Bahaya Lisan: Akar Kerusakan Pribadi dan Sosial
Prof. Sholihan juga membahas bahaya lisan sebagai sumber banyak kesalahan. Ghibah, fitnah, dan adu domba semua bermula dari ucapan yang tak terjaga.
Beliau mengutip pepatah Arab: Salāmatul insān fī ḥifẓil lisān — “Keselamatan manusia tergantung pada penjagaan lisannya”. Dalam kearifan lokal, beliau menyebut ungkapan Jawa: Ajining diri saka lati, yang berarti “harga diri tergantung dari lisan”.
Diam vs Sedekah: Mana yang Lebih Utama?
Prof Sholihan menyoroti sedekah sebagai amalan besar yang bisa memadamkan murka Allah. Namun dalam makqalah tersebut, Nabi tetap menyatakan bahwa diam lebih utama daripada sedekah.
Meski sedekah berdampak sosial besar dan menghapus dosa, menahan lisan dari keburukan dianggap memiliki nilai ibadah yang lebih tinggi dalam skala keutamaan.
Diam: Perhiasan Bagi Orang Alim, Tirai Bagi Orang Bodoh
Salah satu poin menarik dari kajian ini adalah sabda Nabi:
As-samtu zainun lil ‘ālim wa sitrun lil jāhil
“Diam adalah perhiasan bagi orang alim dan tirai bagi orang bodoh.”
Prof. H. Sholihan menjelaskan Diam Itu Ibadah Tertinggi bahwa orang alim tampak lebih berwibawa karena diamnya, sementara orang bodoh dapat menutupi kebodohannya dengan tidak banyak bicara. Namun jika berbicara sembarangan, kebodohannya akan langsung terbuka.
Baca Juga: Makna Sholat Tiang Agama dan Keutamaan Diam Menurut Prof Sholihan, Begini Penjelasannya
Bicara yang Baik atau Diam
Di akhir kajian, Prof. Sholihan menegaskan hadits Nabi:
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam.”
Beliau mengajak jamaah untuk selektif dalam berbicara — hanya menyampaikan yang bermanfaat untuk dunia atau akhirat, seperti dakwah atau pengajaran. Jika tidak, diam adalah pilihan terbaik.
Kajian ditutup dengan doa bersama dan pengumuman bahwa pembahasan akan dilanjutkan pada poin ketiga dan keempat makqalah ke-11 dalam pertemuan selanjutnya.***