
APAAJA.NET – Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, mengeluarkan kebijakan progresif untuk mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi. Melalui Instruksi Gubernur DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 2025, seluruh ASN DKI Jakarta diwajibkan menggunakan transportasi umum setiap hari Rabu. Ini bukan sekadar imbauan, tapi upaya nyata untuk menekan polusi dan mendukung mobilitas hijau.
Kebijakan ini mulai berlaku sejak 30 April 2025, dan langsung menunjukkan dampak positif. LRT Jabodebek mencatat jumlah penumpang tertinggi mencapai 104.453 orang pada hari tersebut—angka yang menjadi bukti bahwa perubahan budaya transportasi bisa dimulai dari sektor pemerintahan.
Transportasi Umum yang Diakomodasi Untuk
Pemprov DKI menyatakan bahwa ASN dapat menggunakan berbagai moda transportasi, antara lain:
-
MRT Jakarta
-
LRT Jakarta dan Jabodebek
-
KRL Commuter Line
-
Kereta Bandara
-
Trans Jakarta dan Trans Jabodetabek
-
Angkot reguler
-
Shuttle pegawai
-
Kapal
Langkah ini bertujuan menjadikan ASN sebagai role model penggunaan transportasi umum bagi masyarakat luas.
Baca Juga: Update Usul NIP CPNS 2024 Jawa Barat: Banyak Wilayah Capai 100 Persen Jelang Deadline BKN 1 Mei 2025
Tantangan dan Solusi di Luar Jakarta
Kebijakan ini ideal bagi ASN yang tinggal di dalam kota, karena cakupan layanan transportasi umum Jakarta sudah mencapai 90 persen. Namun bagi ASN yang berdomisili di luar Jakarta, tantangan masih ada. Untuk itu, perluasan layanan Trans Jabodetabek dan feeder dari kawasan penyangga seperti Bodetabek menjadi kunci keberhasilan kebijakan ini.
Strategi “Push and Pull” Jadi Kunci
Pemprov DKI tidak berhenti di sana. Strategi “push and pull” diterapkan, yaitu:
-
Push: Pembatasan kendaraan pribadi lewat ERP, tarif parkir mahal, hingga larangan motor di jalan utama.
-
Pull: Peningkatan layanan transportasi umum, penyediaan jalur sepeda dan trotoar ramah pejalan kaki.
Kombinasi ini diharapkan mendorong masyarakat beralih secara sukarela dan bertahap.
Tidak Cukup ASN DKI, Pemerintah Pusat Harus Turun Tangan
Jumlah ASN DKI Jakarta memang signifikan, namun tidak cukup untuk membuat dampak besar terhadap kemacetan. Karena itu, pemerintah pusat perlu ikut ambil bagian. ASN di kementerian dan lembaga pusat jumlahnya lebih banyak dan sebagian besar berkantor di Jakarta.
Kementerian Perhubungan dan KemenPAN-RB didorong untuk meniru kebijakan ini agar berlaku nasional. Bahkan Kementerian ESDM bisa mendukung dengan pelarangan BBM subsidi di Jakarta yang mayoritas dinikmati pemilik kendaraan pribadi.
Baca Juga: Guru ASN Akan Ditempatkan di Sekolah Swasta: Solusi Pemerintah Atasi Ketimpangan Pendidikan
Bisa Jadi Contoh Daerah Lain
Kebijakan ini mengingatkan pada masa Gubernur Jokowi dan Ahok, yang pernah menerapkan kebijakan serupa. Bahkan Kota Palembang pernah mewajibkan ASN naik LRT, namun gagal karena tidak ada integrasi dengan angkutan feeder.
Kini, 29 daerah sudah memiliki layanan transportasi dengan skema buy the service. Jika Jakarta konsisten, bisa jadi percontohan nasional dan membuka jalan menuju sistem transportasi publik yang lebih terintegrasi di seluruh Indonesia.***