
APAAJA.NET – Kecelakaan tragis kembali terjadi di ruas jalan Bukittinggi–Padang, tepatnya di Padang Panjang, Sumatera Barat, Selasa (6/5/2025). Sebuah bus Antar Lintas Sumatera terguling, menyebabkan 12 penumpang tewas di tempat. Sopir diduga kehilangan kendali, dan bus terbalik dengan posisi roda kanan di atas. Peristiwa ini mempertegas situasi darurat keselamatan transportasi darat di Indonesia. Pemerintah dituding abai, terutama karena pemangkasan anggaran keselamatan yang dinilai membahayakan nyawa rakyat.
Anggaran Keselamatan Dipangkas, Fungsi Pengawasan Lumpuh
Menurut pengamat transportasi Darmaningtyas, pemangkasan anggaran keselamatan secara serampangan membuat fungsi pembinaan dan pengawasan oleh Kementerian Perhubungan lumpuh total. Program Dana Alokasi Khusus (DAK) Keselamatan yang sempat berjalan kini sudah tidak ada lagi.
Baca Juga: Bus ALS Rem Blong dan Terguling di Padang Panjang, 12 Orang Tewas dan 23 Luka-Luka
Akibatnya, kegiatan strategis seperti:
-
Monitoring teknis oleh pemerintah daerah,
-
Pengawasan operator dan pengemudi angkutan umum,
-
Pemeliharaan perlengkapan jalan (rambu, marka, PJU, guardrail), dan
-
Implementasi Sistem Manajemen Keselamatan (SMK),
Semua agenda tersebut terhenti akibat nihilnya anggaran.
Kelelahan dan Rem Rusak Jadi Biang Utama Kecelakaan
Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mencatat bahwa 84 persen penyebab kecelakaan berasal dari dua hal utama:
-
Kegagalan sistem pengereman kendaraan
-
Kelelahan pengemudi akibat jam kerja panjang tanpa regulasi
Menurut data KNKT (2024), rasio jumlah pengemudi terhadap kendaraan operasional telah memasuki zona berbahaya (danger). Minimnya waktu istirahat, tanpa batasan kerja yang jelas seperti profesi masinis atau pilot, menyebabkan pengemudi rawan micro sleep di jalan.
Regulasi Lemah, Tak Ada Standar Kompetensi Pengemudi
Selain masalah fisik kendaraan, persoalan lainnya adalah tidak adanya standar minimum untuk kompetensi pengemudi angkutan umum. Seharusnya pengemudi tak hanya punya keahlian teknis, tetapi juga kompetensi menyeluruh dalam skill, knowledge, dan attitude untuk menjamin keselamatan penumpang.
Tren Kecelakaan Meningkat, Korban Didominasi Usia Muda
Data Korlantas Polri (2024) menunjukkan bahwa:
-
Kelompok usia 6–25 tahun (pelajar/mahasiswa) menjadi korban kecelakaan tertinggi (39,48%)
-
Diikuti usia produktif 25–55 tahun (39,26%)
-
Jenis kendaraan paling banyak terlibat: sepeda motor (76,96%), disusul truk (10,53%) dan kendaraan umum (8,43%)
Jumlah kecelakaan pun menunjukkan tren naik:
-
2020: 101.496 kasus
-
2021: 105.860 (+4,3%)
-
2022: 139.422 (+31,7%)
-
2023: 150.491 (+7,9%)
-
2024: 145.599 (turun 3,2%)
Pemerintah Diminta Bertindak Nyata: Hidupkan Direktorat Keselamatan
Pengamat transportasi Tory Damantoro menyebut, langkah pertama menghentikan krisis ini adalah mengembalikan anggaran keselamatan sebagai prioritas nasional. Ia juga menyarankan agar Direktorat Keselamatan Transportasi Darat dihidupkan kembali sebagai lembaga teknis yang mengurus pembinaan, pengawasan, dan pengembangan keselamatan.
Tiga hal mendasar yang masih jadi masalah utama:
-
Tidak ada kewajiban overhaul rem seperti moda transportasi lain.
-
Tidak ada aturan jam kerja dan istirahat untuk pengemudi.
-
Tidak ada standar kesehatan mental dan fisik untuk pengemudi bus dan truk.
Baca Juga: Direksi dan Komisaris BUMN Tetap Bisa Diproses Hukum Meski Bukan Lagi Penyelenggara Negara
Jangan Pertaruhkan Nyawa Rakyat Demi Efisiensi Anggaran
Menuju Indonesia Emas 2025, keselamatan transportasi harus menjadi salah satu fondasi utama. Negara maju selalu memiliki tingkat kecelakaan yang rendah dan keselamatan tinggi. Oleh karena itu, pemerintah harus segera bertindak, bukan hanya saat ada korban dari kalangan pejabat.
Seperti disampaikan Soerjanto Tjahjono (KNKT), nyawa warga bukan angka statistik. Pemerintah harus memastikan setiap moda transportasi berada dalam kondisi aman dan laik jalan sebelum masyarakat memutuskan naik kendaraan umum.***