
APAAJA.NET – ERP Jakarta di tengah gelombang PHK? pemerintah Provinsi DKI Jakarta kembali memunculkan rencana penerapan Electronic Road Pricing (ERP), sistem jalan berbayar elektronik yang bertujuan menekan kemacetan di ibu kota. Namun rencana ini muncul di tengah gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) dan tekanan ekonomi yang dirasakan banyak warga. Pertanyaan pun muncul: apakah ERP akan membantu, atau justru memperberat beban masyarakat?
Baca Juga: Honda Supra GTR 150 2025: Motor Bebek Sport Tangguh untuk Harian dan Touring
Apa Itu ERP dan Tujuan Utamanya?
Dilansir dari Portal Pekalongan, ERP Jakarta di tengah gelombang PHK? ERP adalah sistem pembayaran otomatis bagi kendaraan bermotor yang melintasi ruas jalan tertentu pada waktu tertentu. Kebijakan ini memiliki beberapa tujuan utama:
- Mengurangi kemacetan lalu lintas, terutama di kawasan padat.
- Mendorong peralihan ke transportasi umum, seperti MRT, LRT, dan TransJakarta.
- Menurunkan emisi dan polusi udara, demi lingkungan yang lebih sehat.
Dengan membatasi penggunaan kendaraan pribadi melalui tarif, diharapkan pengguna jalan akan berpikir dua kali sebelum berkendara dan mulai memilih moda transportasi massal.
Kekhawatiran Warga di Tengah Tekanan Ekonomi
Meskipun tujuannya baik, banyak pihak menilai kebijakan ini tidak sensitif terhadap kondisi sosial-ekonomi saat ini. Berikut beberapa kekhawatiran utama:
1. Kondisi Ekonomi Belum Pulih
PHK besar-besaran masih terjadi di berbagai sektor — mulai dari manufaktur, retail, hingga startup digital. Banyak keluarga kehilangan sumber penghasilan tetap, sementara harga kebutuhan pokok terus naik. Dalam situasi seperti ini, biaya tambahan untuk jalan umum bisa terasa membebani, terutama bagi kelas menengah ke bawah.
2. Transportasi Umum Belum Merata
Walaupun Jakarta telah mengembangkan sistem transportasi massal, layanan belum merata di semua wilayah. Banyak warga di pinggiran kota masih mengandalkan kendaraan pribadi karena keterbatasan akses, keamanan, atau efisiensi waktu. Jika ERP diberlakukan tanpa solusi transportasi alternatif yang andal, masyarakat tidak punya pilihan selain membayar.
3. Beban Tambahan untuk Pekerja
Buruh, pengemudi ojek online, hingga pekerja sektor informal akan terkena dampak langsung. Tanpa subsidi atau pengecualian khusus, mereka bisa mengalami penurunan penghasilan karena harus membayar tarif jalan setiap hari.
Tanggapan Pemerintah: Fokus Jangka Panjang
Pemerintah DKI Jakarta menekankan bahwa ERP adalah kebijakan jangka panjang. Tujuannya bukan membebani rakyat, tapi mengubah pola mobilitas masyarakat. Dana dari ERP rencananya akan digunakan untuk menyubsidi transportasi publik dan meningkatkan infrastruktur.
Dengan kemacetan berkurang, masyarakat bisa menghemat biaya bahan bakar, waktu tempuh, dan tingkat stres. Namun realisasinya masih tergantung pada eksekusi yang adil dan tepat sasaran.
Rekomendasi: Bertahap dan Inklusif
Agar tidak menjadi kebijakan yang timpang, ERP sebaiknya:
- Diterapkan bertahap, dimulai dari wilayah yang sudah memiliki akses transportasi umum yang baik.
- Memberikan subsidi atau pengecualian bagi kelompok rentan, seperti buruh, pelajar, pengemudi ojek online, dan pekerja berpenghasilan rendah.
- Dibarengi dengan edukasi publik agar masyarakat memahami manfaat jangka panjang ERP.
ERP bisa menjadi langkah strategis menuju kota Jakarta yang lebih tertib dan ramah lingkungan. Namun dalam konteks krisis ekonomi dan gelombang PHK, pemerintah perlu lebih peka, bijak, dan inklusif. Kebijakan transportasi seharusnya tidak hanya fokus pada kendaraan dan jalan, tetapi juga pada kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.
Jika dijalankan dengan cermat, ERP bukan hanya soal tarif jalan, tapi bagian dari transformasi mobilitas kota yang adil dan berkelanjutan.***