
APAAJA.NET – BATANG – Sopir truk demo tolak aturan ODOL? situasi lalu lintas nasional mengalami kelumpuhan parah pada Jumat, 20 Juni 2025. Salah satu titik paling terdampak adalah Jalur Raya Pantura Batang yang macet total dari pagi hingga menjelang waktu salat Jumat. Penyebabnya adalah aksi unjuk rasa besar-besaran oleh para sopir truk yang menolak pemberlakuan penuh aturan ODOL (Over Dimension Over Loading).
Baca Juga: Dokter Tifa Tegaskan: “Ijazah Palsu Adalah Luka Batin Bangsa” dan Seruan Bangkit Melawan Kebohongan
Dilansir dari Portal Pekalongan, namun, Batang bukan satu-satunya lokasi aksi. Gelombang demonstrasi sopir truk ini terjadi serentak di berbagai kota besar seperti Surabaya, Semarang, Malang, Banyuwangi, Jakarta, hingga Makassar. Mereka memblokade jalur vital transportasi dan pelabuhan sebagai bentuk protes terhadap kebijakan yang akan mulai diberlakukan pada 14 Juli 2025.
Aksi Serentak di Pelabuhan dan Jalan Nasional
Sopir truk demo tolak aturan ODOL? di Surabaya, puluhan truk anggota Aptrindo Jatim parkir menutup ruas jalan di depan Gedung DPRD Jawa Timur, kawasan Indrapura, menyebabkan kemacetan total. Di Banyuwangi, ratusan sopir dari asosiasi ASLI, PSTI, dan Aptrindo melakukan demo di Pelabuhan Tanjungwangi. Sementara itu, di Jakarta, aksi dilakukan di depan Kementerian Perhubungan dan kawasan Monas, dengan spanduk bertuliskan, “Butuh makan, bukan penutupan jalan.”
Hal serupa juga terjadi di Malang, di mana jalan utama di Karanglo dan pintu keluar tol Madyopuro diblokir. Para sopir menuntut keadilan atas kebijakan ODOL yang dianggap memotong penghasilan mereka secara drastis.
Aturan ODOL Dinilai Memberatkan dan Tidak Realistis
Kebijakan ODOL yang menargetkan zero toleransi terhadap truk dengan dimensi dan beban melebihi aturan standar, menurut para sopir, tidak mempertimbangkan kesiapan pelaku logistik kecil-menengah. Banyak dari mereka masih menggunakan armada lama dan tidak mampu membeli truk baru sesuai standar dimensi dan muatan.
“Biaya peremajaan truk sangat mahal. Kami belum siap. Kalau dipaksakan, kami akan bangkrut,” ujar salah satu sopir di Batang.
Mereka juga menganggap pemerintah tidak memberikan kompensasi atau solusi transisi yang masuk akal. Permintaan utama para sopir adalah penundaan penerapan aturan, subsidi pembelian armada baru, serta dialog terbuka dengan pemerintah pusat.
Pemerintah Diminta Fokus pada Solusi, Bukan Hanya Penegakan
Aksi ini menjadi penanda bahwa aturan ODOL tak bisa ditegakkan tanpa kesiapan infrastruktur dan pelaku transportasi. Sopir truk adalah bagian vital dari sistem logistik nasional. Mereka menuntut perlindungan sosial dan ekonomi, bukan sekadar penegakan hukum sepihak.
Kementerian Perhubungan sendiri sebelumnya sudah menetapkan tahun 2023 sebagai batas toleransi ODOL, namun ditunda karena pandemi. Kini, saat implementasi kembali digaungkan, penolakan justru semakin meluas.
Krisis transportasi akibat demo sopir truk menunjukkan pentingnya kebijakan yang adil dan solutif. Jika pemerintah ingin menegakkan aturan ODOL, maka dialog, solusi transisi, dan bantuan nyata kepada pelaku logistik kecil-menengah adalah keniscayaan.
Tanpa itu, bukan hanya jalan yang macet—tetapi roda logistik nasional bisa benar-benar terhenti.***