
APAAJA.NET – Beberapa waktu lalu, Menteri Perhubungan (Menhub) membuat pernyataan mengejutkan. Dalam media briefing, Menhub menyebut akan membubarkan jembatan timbang (JT) dengan alasan bahwa fasilitas ini menjadi sarang pungli (pungutan liar).
Pernyataan ini sontak menimbulkan polemik. Pasalnya, jembatan timbang memiliki peran penting dalam pengawasan angkutan barang, terutama terkait truk Over Dimension Over Load (ODOL) yang masih marak di jalanan Indonesia.
Lalu, apakah benar jembatan timbang identik dengan pungli?
Felix Iryantomo: Tuduhan Menhub Perlu Dibuktikan
Baca Juga: Menu Kuliner Favorit Ungaran yang Menggoda Lidah, Wajib Dicoba Wisatawan
Felix Iryantomo, Peneliti Senior Inisiatif Strategi Transportasi (Instran), menilai tuduhan Menhub harus dibuktikan dengan fakta.
“Kalau memang ada pungli, apakah sudah ada petugas yang ditangkap dan dijatuhi sanksi? Jika belum, jangan sampai pernyataan tersebut hanya jadi tuduhan tanpa dasar,” tegas Felix.
Menurutnya, pernyataan Menhub berpotensi menurunkan motivasi petugas di lapangan. Padahal sejak Unit Kerja Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) dibentuk, semua JT berada di bawah satu komando Direktorat Jenderal Perhubungan Darat. Dengan sistem ini, tata kelola seharusnya sudah seragam di seluruh Indonesia.
Fungsi Jembatan Timbang Lebih dari Sekadar Cegah ODOL
Felix menegaskan bahwa fungsi jembatan timbang tidak hanya untuk mendeteksi pelanggaran muatan berlebih. Lebih jauh, JT bisa dijadikan pusat pendataan logistik nasional, mulai dari jenis barang, asal, hingga tujuan distribusi.
Sayangnya, potensi besar ini belum dimaksimalkan oleh Kementerian Perhubungan. Hampir tidak ada publikasi yang bisa diakses publik mengenai data barang yang melintas di JT, padahal data tersebut bisa menjadi indikator penting perekonomian daerah.
Weigh In Motion (WIM) Bukan Solusi Menyeluruh
Sebagai pengganti, Menhub mengusulkan pemasangan Weigh In Motion (WIM) yang mampu menimbang kendaraan tanpa harus berhenti. Alat ini diklaim bisa mengurangi interaksi antara sopir dan petugas, sehingga menekan peluang pungli.
Namun menurut Felix, penerapan WIM masih terbatas. Saat ini, jaringan jalan tol sebagai lokasi pemasangan WIM hanya tersedia di sebagian wilayah Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Lalu, bagaimana dengan jalan nasional non-tol yang justru lebih banyak dilalui truk barang?
Baca Juga: 7 Cara Sukses Menjalani Transisi dari SMA ke Dunia Kuliah, Nomor 3 Wajib Dicoba!
Tak Sejalan dengan Target Zero ODOL 2027
Rencana pembubaran JT juga dinilai kontradiktif dengan target pemerintah mencapai Indonesia zero ODOL pada 2027. Tanpa keberadaan JT, pengawasan lalu lintas angkutan barang di jalan non-tol akan semakin sulit.
Felix pun menyarankan agar Menhub turun langsung ke lapangan.
“Sebaiknya Menhub menjadwalkan perjalanan darat keliling Indonesia untuk memahami kondisi nyata. Dari sana akan terlihat betapa pentingnya JT sebagai urat nadi pengawasan logistik nasional,” jelasnya.
Rencana pembubaran jembatan timbang yang disampaikan Menhub masih menyisakan banyak pertanyaan. Felix Iryantomo menilai kebijakan ini berisiko kontraproduktif, melemahkan pengawasan, bahkan bisa menghambat target zero ODOL 2027.
Daripada membubarkan JT, pemerintah disarankan untuk membenahi tata kelola, meningkatkan transparansi data, dan mengoptimalkan teknologi sebagai pendukung pengawasan. Dengan begitu, fungsi JT tidak hilang, melainkan berkembang menjadi instrumen penting bagi perekonomian nasional.***