
APAAJA.NET – Di tengah hiruk-pikuk Kota Solo, berdiri megah sebuah bangunan yang tidak hanya menyimpan kisah sejarah, tapi juga menjadi pusat spiritual dan budaya Jawa: Keraton Surakarta Hadiningrat. Dikenal pula sebagai Keraton Solo, istana ini didirikan pada tahun 1744 oleh Sri Susuhunan Pakubuwana II, setelah kehancuran Keraton Kartasura akibat tragedi Geger Pecinan (1743).
Keraton ini bukan bangunan biasa—ia adalah penerus langsung Kesultanan Mataram Islam, yang kemudian terbagi menjadi dua melalui Perjanjian Giyanti 1755, menciptakan dua garis kekuasaan: Yogyakarta dan Surakarta.
Arsitektur Jawa Klasik yang Sarat Makna
Dengan luas kompleks mencapai 157 hektar, termasuk Alun-Alun Lor dan Kidul, Benteng Baluwarti, hingga Masjid Agung, keraton ini menampilkan tata ruang yang mencerminkan filosofi hidup orang Jawa. Bagian intinya sendiri seluas 15 hektar, berisi bangunan-bangunan agung seperti:
- Pendopo utama untuk acara adat
- Paviliun-paviliun tempat tinggal keluarga raja
- Balairung untuk penyambutan tamu kehormatan
Setiap ukiran, ornamen, hingga atap joglo yang digunakan mengandung makna spiritual dan ajaran hidup—menyatu dengan nilai kejawen dan sistem kosmologi Jawa.
Pusat Tradisi dan Budaya yang Masih Hidup
Setelah Kesunanan Surakarta resmi bergabung dengan Republik Indonesia pada 1945, keraton tetap menjalankan peran kulturalnya sebagai penjaga tradisi.
Baca Juga: SNBP 2026 Resmi Dimulai! Cek Jadwal Lengkap & Syarat Kuota Sekolahnya di Sini Sebelum Terlambat
Wisata Sejarah & Budaya di Tengah Kota
Kini, sebagian area keraton terbuka untuk publik. Wisatawan bisa menjelajah museum keraton yang menampilkan:
- Koleksi pusaka kerajaan
- Gamelan kuno & kereta kencana
- Hadiah dari raja-raja Eropa
- Dokumentasi sejarah keluarga Kesunanan
Tak hanya itu, wisatawan juga dapat menyaksikan upacara adat, tari-tarian sakral, dan berbagai prosesi budaya yang masih dijalankan secara berkala oleh keluarga keraton.
Lebih dari Sekadar Tempat Wisata, Ini Adalah Warisan Jiwa Bangsa
Keraton Surakarta bukan hanya simbol masa lalu, tapi juga penjaga identitas Jawa dan warisan hidup bangsa. Keluarga Kesunanan masih menjalankan berbagai tradisi luhur, mulai dari ritual spiritual, upacara keagamaan, hingga pelestarian budaya lisan dan seni.
Menginjakkan kaki di keraton bukan sekadar wisata sejarah, tetapi menyatu dalam napas budaya yang masih hidup hingga hari ini.***