
APAAJA.NET – Setelah insiden pengambilan ID Wartawan CNN Diana Valencia di Istana Negara yang sempat menyita perhatian publik, kini kasus tersebut telah diselesaikan secara terbuka. Deputi Biro Protokol, Pers, dan Media Istana, Moh Yusuf Permana, secara langsung mengembalikan ID pers tersebut dan menyampaikan permintaan maaf.
Namun, di balik insiden ini, muncul pertanyaan yang lebih dalam dari publik: Apakah Indonesia benar-benar siap menerapkan Tetras Politica, sebuah konsep baru dalam demokrasi modern yang menempatkan Kebebasan Pers sebagai pilar keempat setelah Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif?
Tetras Politica: Pilar Keempat Demokrasi yang Sering Terlupakan
Konsep Trias Politica yang kita kenal saat ini berakar dari sistem demokrasi kuno di Yunani sekitar tahun 507 SM, kemudian dimodernisasi oleh tokoh-tokoh seperti Montesquieu menjadi pembagian kekuasaan antara Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif.
Namun, seiring perkembangan zaman dan munculnya kebutuhan akan keterbukaan informasi serta pengawasan publik, demokrasi modern berkembang menjadi Tetras Politica — menambahkan Kebebasan Pers sebagai pilar keempat demokrasi.
Baca Juga: Miris! Tiap Tahun 9.000 ASN Cerai, BP4 Sebut Krisis Ketahanan Keluarga Kian Mengkhawatirkan!
Pers Setara Presiden, DPR, dan Hakim?
Dalam kerangka Tetras Politica, pekerjaan jurnalis, reporter, penyiar, bahkan konten kreator seperti YouTuber, podcaster, dan blogger, ditempatkan setara secara fungsi sosial dengan Presiden, anggota parlemen, dan hakim. Ini karena mereka menjalankan peran penting dalam mengawasi kekuasaan dan menyuarakan kepentingan rakyat.
Perlindungan Jurnalis Dijamin Konstitusi dan Hukum Internasional
🇮🇩 UUD 1945 dan UU Pers
- Pasal 28E ayat (3) UUD 1945: Menjamin kebebasan menyampaikan pendapat, termasuk melalui dokumentasi foto dan video.
- Pasal 28F UUD 1945: Menjamin hak untuk mencari, memperoleh, dan menyampaikan informasi.
- UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers: Melindungi wartawan dari kriminalisasi atas karya jurnalistik.
- UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik: Mewajibkan pemerintah terbuka kepada masyarakat.
Hukum Internasional
- Pasal 19 Deklarasi Universal HAM (1948)
- Pasal 19 ICCPR (Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik)
Dua dokumen ini menjamin kebebasan berbicara, kebebasan pers, dan hak atas informasi sebagai hak fundamental manusia yang tidak boleh dikriminalisasi.
Catatan Penting: Kebebasan Bukan Tanpa Batas
Meski kebebasan pers sangat dijunjung tinggi, bukan berarti tidak ada batasannya. Konstitusi juga mengatur soal hak atas privasi, seperti tertuang dalam Pasal 28G UUD 1945, yang melindungi individu dari gangguan yang melampaui batas, termasuk pelanggaran privasi dalam peliputan.
Namun, selama kegiatan jurnalistik dilakukan secara profesional dan berdasarkan fakta, negara tidak punya alasan untuk mengkriminalisasi jurnalis atau membatasi hak mereka.
Insiden Selesai, Tapi Evaluasi Harus Terus Dilakukan
Kembalinya ID Pers milik Diana Valencia menjadi sinyal positif bahwa Istana tetap menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dan kebebasan pers. Namun, insiden ini juga menjadi wake-up call bagi seluruh elemen pemerintahan untuk lebih memahami peran strategis media dalam demokrasi modern.
“Tugas Jurnalistik seperti yang dilakukan oleh Diana Valencia sangat diperlukan oleh masyarakat, sebagai bagian dari pilar demokrasi dalam konsep Tetras Politica,” tegas penulis.
Demokrasi Tanpa Pers Merdeka Adalah Ilusi
Indonesia sebagai negara demokrasi tidak boleh mundur ke masa lalu di mana kontrol terhadap media begitu ketat. Demokrasi tanpa pers yang merdeka bukan demokrasi sejati, melainkan hanya formalitas yang kosong.
Tugas kita bersama, baik pemerintah, masyarakat, maupun jurnalis sendiri, adalah menjaga agar kebebasan pers tetap hidup, sehat, dan profesional.***