
APAAJA.NET – Prosesi wisuda siswa salah satu SMK Swasta di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, belum lama ini menjadi viral di media sosial. Acara yang berlangsung pada Kamis, 8 Mei 2025 tersebut.
bukan hanya menampilkan kemeriahan kelulusan 326 siswa kelas 3, namun juga menuai sorotan karena format penyelenggaraannya menyerupai wisuda perguruan tinggi. Kontroversi Sidang Senat Terbuka Yang menjadi sorotan utama adalah penggunaan istilah “Sidang Senat Terbuka”.
Apa Itu Sidang Senat Terbuka?
Sidang Senat Terbuka adalah istilah resmi dalam dunia akademik yang merujuk pada forum formal yang diselenggarakan oleh senat perguruan tinggi. Acara ini biasanya dilangsungkan dengan tata upacara tertentu, terbuka untuk umum atau undangan, dan sering kali digunakan dalam momen-momen seremonial seperti wisuda atau pengukuhan guru besar.
Penggunaan istilah ini mengimplikasikan keberadaan struktur senat akademik, sebuah lembaga normatif yang hanya dimiliki oleh institusi pendidikan tinggi. Oleh karena itu, ketika istilah ini digunakan dalam konteks wisuda SMK, banyak kalangan mempertanyakan keabsahan dan esensi penggunaannya.
Baca Juga: Manfaat Daun Kelor untuk Kesehatan Tubuh: Daun Ajaib Penurun Gula Darah dan Penguat Imun Alami
Pandangan Akademisi: Kritik dan Klarifikasi
Prof. Dr. Fauzi, Guru Besar sekaligus Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) UIN Saifuddin Zuhri Purwokerto, menyampaikan pendapatnya terhadap viralnya video wisuda tersebut. Ia menegaskan bahwa wisuda sebagai bentuk pelantikan siswa yang telah menyelesaikan studi bisa dilakukan oleh lembaga pendidikan manapun, termasuk SMK.
Namun, menurutnya, yang menjadi persoalan adalah penggunaan istilah “sidang senat terbuka” oleh SMK tersebut. “Apakah benar di SMK itu ada senat akademik? Karena istilah senat adalah lembaga normatif yang memiliki kewenangan menggelar sidang senat terbuka,” ujarnya.
Fauzi juga mengkritisi penggunaan atribut seperti toga lengkap oleh para guru dalam wisuda tersebut. Ia mempertanyakan urgensi peniruan penuh terhadap tradisi akademik perguruan tinggi. “Esensinya apa? Kalau hanya ikut-ikutan, lebih baik dipertimbangkan ulang,” ujarnya. Meski demikian, ia tidak serta-merta melarang pelaksanaan wisuda di tingkat sekolah menengah, melainkan lebih menekankan pada pemahaman akan simbolisme dan makna di balik sebuah prosesi kelulusan.
Tradisi Toga dan Budaya Wisuda di Indonesia
Kontroversi Sidang Senat Terbuka Tradisi wisuda di Indonesia merupakan adopsi dari tradisi universitas klasik di Inggris dan Eropa, yang banyak dipengaruhi budaya akademik Italia. Toga dan jubah menjadi simbol kelulusan dan keberhasilan studi. Namun, dalam praktiknya, atribut tersebut mengalami berbagai penyesuaian lokal. Di ITB, misalnya, bentuk topi toga tidak segi lima melainkan bulat. Bahkan di beberapa UIN, digunakan peci sebagai pengganti toga konvensional.
Fleksibilitas atribut ini menunjukkan bahwa esensi wisuda tidak terletak pada seragamnya, melainkan pada pengakuan capaian akademik serta transisi ke jenjang berikutnya, baik studi lanjut maupun dunia kerja.
Fenomena Sosial: Wisuda di Semua Jenjang Pendidikan
Dalam perkembangan sosial masyarakat Indonesia, wisuda kini tidak hanya milik perguruan tinggi. Mulai dari TK, SD, SMP, SMA, hingga SMK menggelar wisuda sebagai bentuk penghargaan kepada siswa yang telah menyelesaikan masa studi. Secara sosiologis, hal ini mencerminkan pentingnya momen perpisahan dan pengakuan terhadap proses pendidikan.
Namun demikian, penting untuk tetap mengedepankan kesesuaian istilah dan simbol dalam setiap prosesi. Tidak semua istilah akademik tinggi bisa serta merta digunakan di jenjang yang lebih rendah tanpa mempertimbangkan struktur dan konteks institusionalnya.
Baca Juga: Indonesia Kalah Telak 0-6 dari China di Perempat Final AFC Women’s Futsal 2025
Kesimpulan: Antara Gengsi Simbolik dan Esensi Pendidikan
Wisuda SMK Purwokerto menjadi cerminan dilema antara simbolisme pendidikan dan substansi akademik. Sementara semangat mengapresiasi kelulusan siswa patut diapresiasi, penggunaan istilah seperti “sidang senat terbuka” perlu dikaji lebih dalam. Lembaga pendidikan diharapkan dapat lebih bijak dalam mengadopsi tradisi, dengan tetap mengedepankan identitas masing-masing dan tidak semata-mata meniru perguruan tinggi.
Pada akhirnya, yang paling penting dari sebuah wisuda bukanlah seremoni atau atributnya, melainkan kualitas lulusan dan kesiapan mereka menghadapi masa depan.***