Apa-aja.net – Ketika Jurnalis Senior Farid Gaban memulai Ekspedisi Keliling Indonesia dengan Supra X (tanpa modif) hal ini tentu saja membuat Honda memang salah satu pabrikan motor yang menelorkan motor tangguh. Bayangkan motor Supra X standar tanpa modif dipakai untuk perjalanan antar pulau di Indonesia.
Tak hanya itu, Supra X nyatanya merupakan motor yang tangguh di jalan terjal, saya curiga bahwa motor ini sudah terpasang chip rahasia sehingga mampu melewati aneka jalanan, baik di pegunungan, perkotaan bahkan di jalanan yang becek-becek, motor Supra X juga tetap tangguh melibas semua tipe jalan. Motor Badak memang.
Pantas saja sebelum kendaraan matic se-ramai sekarang, Supra X adalah idaman bagi pegawai yang bekerja jauh dari kota.
Saya pribadi pernah menggeber Supra X dengan kecepatan maksimal 100 Km/jam, di beberapa versi bahkan ada yang bisa menggebernya hingga 120 Km/jam. Secara fungsionalitas, motor ini memang bukan untuk kebut-kebutan, tapi kalau mau ngebut, ya ayoklah.
Soal perawatan, Supra X ini bisa dibilang service-able. Mesinnya mudah di-bore up dan perawatannya tergolong mudah, hampir di setiap kecamatan terdapat bengkel resmi Honda, bahkan di bengkel kampung juga sudah pasti mengenal anatomi dari motor yang identik dengan motor bapak-bapak ini.
Baca Juga: Honda EM1 e: Motor Listrik Harian Irit dengan Jarak Tempuh 41 Km dan Kecepatan 45 Km/Jam
Memiliki Motor ini sepertinya memang sebuah investasi, ya investasi yang menawarkan ketangguhan, kenyamanan dan kemudahan perawatan ketika memutuskan untuk memilikinya. Kunci dari “sehatnya” Motor Supra X adalah durasi ganti oli, pastinya pakai oli resmi yakni AHM Oil, biar tenaganya makin badak.
Fakta mencengangkan dari Motor ini juga membuat saya sedikit terpesona, motor ini rupanya irit bensin, 1 liter bensin bisa digunakan untuk melaju sejauh 60 Km. Pantas saja Jurnalis Farid Gaban memilih Supra X untuk melakoni proyeknya keliling Indonesia, karena selain ketangguhannya, mesin yang irit bensin ini juga menjadi pertimbangan untuk memilih Supra X sebagai tunggangan mengarungi pelosok Indonesia.
Dhimas Raditya